Bela China Hadapi AS dan Sekutunya, Korea Utara Bantah Tuduhan HAM Pada Muslim Uighur dan Hong Kong

- 31 Januari 2021, 16:29 WIB
Para penari Festival Arirang mengibarkan bendera China (kiri) dan Korea Utara sebagai persahabatan antara kedua negara.
Para penari Festival Arirang mengibarkan bendera China (kiri) dan Korea Utara sebagai persahabatan antara kedua negara. /NK News

PR BEKASI – Korea Utara meminta Amerika Serikat (AS) dan sekutunya untuk tidak ikut campur terhadap urusan dalam negeri China.

Terlebih terkait tuduhan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap masyarakat Muslim Uighur di Xinjiang dan aktivis pro-demokrasi Hong Kong.

Hal tersebut disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Korea Utara dalam sebuah pernyataan pada Jumat, 29 Januari 2021 menyusul pernyataan Kementerian Luar Negeri AS pada bulan ini yang meyakini China sedang melakukan kejahatan genosida terhadap Muslim Uighur.

Baca Juga: Tak Lagi Cairkan BLT, Ini Alasan Menaker ‘Ngotot’ Tingkatkan Kompetensi Pekerja saat Pandemi Covid-19

Direktur eksekutif Komite HAM untuk Korea Utara Greg Scarlatoiu menyatakan, pembelaan Korea Utara terhadap China tersebut dilihat sebagai tanda persekutuan kedua negara.

Bersekutunya kedua negara ini karena mereka selalu mendapat kecaman dari negara barat atas dugaan pelanggaran HAM.

"China tidak pernah ketinggalan dalam hal menutupi dan menyangkal kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya yang dilakukan oleh Korea Utara," katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari NK News.

Dirinya menambahkan, Korea Utara melakukan hal tersebut sebagai tanda balas budi terhadap China yang selalu membela rezim pimpinan Kim Jong Un dari tuduhan pelanggaran HAM yang dilayangkan oleh AS dan sekutunya.

Baca Juga: Tidak Dianggarkan di APBN 2021, BLT BPJS Ketenagakerjaan Tidak Dilanjutkan

"Korea Utara hanya membalas budi dan mencium cincin pelindung kekaisarannya dengan menyangkal kejahatan yang dilakukan di kamp konsentrasi Uighur China," kata Greg Scarlatoiu.

Korea Utara telah melakukan pelanggaran HAM selama beberapa dekade, termasuk kerja paksa, penyiksaan, aborsi paksa, eksekusi mati di depan umum, dan penggunaan kamp penjara politik.

Pada 2018 lalu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk pelanggaran HAM yang sistematis, meluas, dan berat di negara itu dalam sebuah resolusi yang mendesak Korea Utara untuk mengadopsi aturan PBB yang sebagian besar melarang tindakan ini.

Baca Juga: Dua Hari Usai Ditegur AS, Taliban Jalankan Lagi Aksi Bom Bunuh Diri di Afghanistan Hingga Tewaskan 8 Tentara

“China dan Korea Utara adalah bagian dari aliansi tidak suci yang sedang meningkat yang menyangkal prinsip-prinsip yang sangat dasar yang diandalkan oleh sistem internasional sejak akhir Perang Dunia kedua,” kata Greg Scarlatoiu.

Kementerian luar negeri Korea Utara juga menuduh beberapa negara barat bertindak seperti hakim HAM meskipun gagal melakukan tanggapan bahkan yang mendasar terhadap pandemi Covid-19.

Selama berbulan-bulan, Korea Utara berulang kali mengeklaim bahwa tidak ada kasus Covid-19 yang dikonfirmasi, termasuk baru-baru ini pada 14 Januari 2020.

Baca Juga: Pura-pura Tutup Pukul 20.00, Diskotik di Kemang Disegel Polisi Usai Kedapatan Buka Lagi 2 Jam Kemudian

Kementerian luar negeri Korea Utara juga mempertimbangkan penangkapan terhadap aktivis pro-demokrasi Hong Kong, yang memprotes pemberlakuan undang-undang keamanan nasional China, yang menargetkan tindakan yang dianggap subversif terhadap Beijing.

Para pengkritik hukum mengatakan undang-undang tersebut mengurangi hak otonomi Hong Kong dari China dan memberikan dasar hukum untuk penuntutan terhadap pembangkang pemerintah China.

Kementerian Luar Negeri Korea Utara juga menyatakan bahwa pihak berwenang dengan jelas menunjukkan bahwa mereka yang melanggar hukum tidak akan pernah luput dari hukuman dengan menahan para aktivis.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: NK News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah