Dikutip dari South China Morning Post, sumber yang dekat dengan organisasi tersebut mengatakan bahwa meskipun telah terjadi diskriminasi selama bertahun-tahun dari pihak berwenang, tekanan tiba-tiba menjadi terasa sangat mengganggu akhir-akhir ini.
Baca Juga: Profil Tsai Ing-wen, Presiden Perempuan Taiwan Pertama yang Ogah Tunduk pada China
Sehingga penyelenggara memutuskan bahwa tidak lagi aman untuk melanjutkan acara tersebut.
Seperti diketahui, Presiden Xi Jinping telah menyerukan “peremajaan nasional”, dengan kontrol Partai Komunis yang lebih ketat terhadap bisnis, pendidikan, budaya dan agama lapor News au.
Pemimpin komunis China dapat menyensor apa pun yang melanggar nilai-nilai inti sosialis negara itu, dan telah menerapkan aturan ketat pada konten mulai dari video game, film, hingga musik.
Aturan tersebut juga memberi batasan dan arahan secara khusus yang menargetkan komunitas LGBT China.
Hal itu termasuk pelarangan akun media sosial LGBT, peningkatan penyensoran diskusi bertema LGBT online, kelompok universitas gay telah ditempatkan di bawah tekanan di kampus.
Serta serangan terhadap identitas gender dengan tuntutan agar laki-laki menjadi lebih macho di samping larangan pria kemayu tampil di televisi , dan regulator diarahkan untuk melarang "kisah cinta gay" di video game.
Beijing semakin paranoid bahwa platform teknologi besar menyebarkan pandangan dan ide yang bertentangan dengan cita-cita tradisional maskulinitas dan feminitas.