Undang-undang tersebut ditandatangani oleh Presiden Pakistan, Arif Alvi pada Desember 2020 lalu setelah Perdana Menteri Imran Khan dan kabinetnya menyetujuinya.
Pada Rabu, 17 November 2021, pemungutan suara di Majelis Nasional secara permanen mengesahkan tindakan itu menjadi undang-undang.
Pemerintah Pakistan menjanjikan perubahan setelah protes meletus di seluruh negeri menyusul kasus pelecehan seksual berkelompok terhadap seorang wanita Prancis di luar kota Lahore, di jalan raya yang sepi, pada September 2020 lalu.
Setelah penangkapan dua pemerkosa, Perdana Menteri Imran Khan menyerukan tingkat hukuman yang lebih ketat.
"Mereka harus diberi hukuman yang sangat berat Menurut pendapat saya, mereka harus digantun,” katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Express, Jumat, 19 November 2021.
Baca Juga: Apple Pecat Karyawan Pelopor #AppleToo, Gerakan Anti Diskriminasi dan Pelecehan
"Cara pembunuhan dinilai sebagai tingkat pertama, tingkat kedua dan tingkat ketiga, pemerkosaan juga harus dinilai dengan cara ini, dan pemerkosa kelas satu harus dikebiri dan tidak mampu sepenuhnya," tambahnya.
Kegagalan pemerintah Pakisat untuk menyelidiki dan menuntut kasus-kasus pelecehan seksual menempatkan Pakistan sebagai negara dengan pelecehan seksual dan berbasis gender yang meluas terhadap perempuan.
Sebuah laporan Human Rights Watch mengungkapkan hotline kekerasan dalam rumah tangga di seluruh negeri menunjukkan peningkatan 200 persen dalam kekerasan dalam rumah tangga dalam periode dua bulan dari Januari hingga Maret tahun lalu.