Kasus Pelecehan Seksual Meningkat, Pakistan Hukum Pelaku Dengan Kebiri Kimia

- 19 November 2021, 10:36 WIB
Pakistan membuat undang-undang baru yang akan menghukum pelaku pelecehan seksual berulang dengan kebiri kimia.
Pakistan membuat undang-undang baru yang akan menghukum pelaku pelecehan seksual berulang dengan kebiri kimia. /REUTERS/Akhtar Soomro

PR BEKASI – Pakistan baru saja mengesahkan undang-undang pelecehan seksual yang akan membuat pelaku yang berulang kali melakukannya akan dihukum kebiri kimia.

Undang-undang tersebut disahkan saat pemerintah negara itu mendapat kecaman dari publik atas meningkatnya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak-anak di Pakistan.

Oleh karena itu, diperlukan berbagai Langkah untuk menghentikan tingginya jumlah serangan pelecehan seksual.

Baca Juga: Waligereja Prancis Setuju Beri Kompensasi Korban Pelecehan Seksual Pastor di Gereja Katolik

Tercantum dalam undang-undang baru tersebut, pelaku pelecehan seksual yang berulang kali akan menghadapi kebiri kimia.

Hukuman kebiri kimia melibatkan penggunaan obat-obatan untuk mengurangi testosterone dan telah diterpkan di Polandia, Indonesia, dan Kazakhstan.

Undang-undang itu juga akan melihat tindakan pengadilan yang lebih cepat dan lebih banyak dukungan untuk para korban pelecehan seksual.

Baca Juga: Buntut Kasus Pelecehan Seksual di Kongo, Komisi Eropa Hentikan Sementara Pendanaan Program-program WHO

Sementara itu, mereka yang terbukti bersalah melakukan pelecehan seksual berkelompok akan dijatuhi hukuman mati atau dipenjara selama sisa hidup mereka.

Undang-undang tersebut ditandatangani oleh Presiden Pakistan, Arif Alvi pada Desember 2020 lalu setelah Perdana Menteri Imran Khan dan kabinetnya menyetujuinya.

Pada Rabu, 17 November 2021, pemungutan suara di Majelis Nasional secara permanen mengesahkan tindakan itu menjadi undang-undang.

Baca Juga: Muhammad Fatah Alami Pelecehan Seksual Saat Sekolah, Lucinta Luna: Itulah Awal Mula Gue Merasa Nyaman

Pemerintah Pakistan menjanjikan perubahan setelah protes meletus di seluruh negeri menyusul kasus pelecehan seksual berkelompok terhadap seorang wanita Prancis di luar kota Lahore, di jalan raya yang sepi, pada September 2020 lalu.

Setelah penangkapan dua pemerkosa, Perdana Menteri Imran Khan menyerukan tingkat hukuman yang lebih ketat.

"Mereka harus diberi hukuman yang sangat berat Menurut pendapat saya, mereka harus digantun,” katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Express, Jumat, 19 November 2021.

Baca Juga: Apple Pecat Karyawan Pelopor #AppleToo, Gerakan Anti Diskriminasi dan Pelecehan

"Cara pembunuhan dinilai sebagai tingkat pertama, tingkat kedua dan tingkat ketiga, pemerkosaan juga harus dinilai dengan cara ini, dan pemerkosa kelas satu harus dikebiri dan tidak mampu sepenuhnya," tambahnya.

Kegagalan pemerintah Pakisat untuk menyelidiki dan menuntut kasus-kasus pelecehan seksual menempatkan Pakistan sebagai negara dengan pelecehan seksual dan berbasis gender yang meluas terhadap perempuan.

Sebuah laporan Human Rights Watch mengungkapkan hotline kekerasan dalam rumah tangga di seluruh negeri menunjukkan peningkatan 200 persen dalam kekerasan dalam rumah tangga dalam periode dua bulan dari Januari hingga Maret tahun lalu.

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta 16 Oktober 2021: Terkuak Alasan Irvan Pisahkan Jessica dengan Rendy, karena Pelecehan?

Pada tahun 2020, Pakistan berada di peringkat 153 dari 156 negara, hanya di atas Irak, Yaman, dan Afghanistan, dalam indeks gender global Forum Ekonomi Dunia.

Undang-undang baru Pakistan juga akan mempercepat kasus pelecehan seksual untuk disidangkan sesegera mungkin dalam upaya untuk mencapai putusan pengadilan dalam waktu empat bulan.

Selanjutnya, undang-undang tersebut akan melihat pembuatan daftar pelecehan seksual nasional dan peningkatan perlindungan saksi.

Baca Juga: Diduga Lakukan Pelecehan Seksual Selama Tiga Tahun, Oknum Pegawai Pasar di Bekasi Dilaporkan Korban

Itu juga termasuk ruang krisis di rumah sakit umum yang dirancang khusus untuk merawat dan memeriksa korban pelecehan seksual dalam beberapa jam pertama setelah kejahatan.

Undang-undang baru ini diharapkan akan disambut secara luas oleh para aktivis hak asasi manusia, namun beberapa berpendapat itu tidak mengatasi akar masalah.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Express


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x