Potensi Munculnya Konflik Kepentingan, Muhammadiyah Minta DPR Tunda Pembahasan RUU Cipta kerja

22 September 2020, 13:19 WIB
PP Muhammadiyah. /Dok. PMJ News./

PR BEKASI - Pembahasan omnibus law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) di Indonesia saat ini masih menjadi topik hangat perbincangan publik.

Dalam Omnibus Law, terdapat tiga RUU yang siap diundangkan antara lain: RUU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian serta RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. 

Dengan demikian, dalam konteks Omnibus Law RUU Cipta Kerja, maka dapat diartikan sebagai bentuk "satu undang-undang yang mengatur banyak hal".

Baca Juga: Update Harga Emas Selasa 22 September 2020, Turun Rp7.000 dari Hari Sebelumnya

Terdapat 79 UU dengan 1.244 pasal yang akan dirampingkan ke dalam 15 bab dan 174 pasal dan menyasar 11 klaster di undang-undang yang baru.

Namun, RUU Cipta Kerja menjadi yang paling banyak disorot. Selain substansinya yang dinilai akan lebih banyak merugikan masyarakat. 

Pembahasannya yang dikebut di masa pandemi juga menjadi alasan lain yang memunculkan asumsi bahwa RUU ini sengaja dibuat hanya demi memuluskan kepentingan segelintir pihak saja.

Alhasil, banyak pihak yang menganggap pembahasannya di tengah pandemi Covid-19 dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak dan kegaduhan di publik hingga menimbulkan kerumunan aksi demonstrasi.

Baca Juga: Sambut Tanggal Gajian, Cek Merchant Baru ShopeePay Minggu Ini Buat Kantong Lebih Hemat

Hal inilah yang diminta PP Muhammadiyah kepada pemerintah agar menunda pembahasan RUU Cipta Kerja.

"Agar menunda pembahasan rancangan undang-undang yang berpotensi menimbulkan kegaduhan termasuk RUU Omnibus Law atau Cipta Kerja," kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti yang meminta DPR untuk menunda pembahasan itu disampaikan dalam konferensi pers secara daring, Senin, 21 September 2020.

Mu'ti menyarankan untuk DPR lebih fokus mengawasi penggunaan dana penanganan pandemi Covid-19 ketimbang membuat sesuatu yang berpotensi menimbulkan kegaduhan. 

Menurutnya, pengawasan anggaran Covid-19 lebih berarti agar masyarakat bisa merasakan langsung manfaat kebijakan tersebut.

Baca Juga: Kasus Positif Semakin Bertambah, Ridwan Kamil: Alhamdulillah, Diiringi Meningkatnya Kesembuhan

"Agar dipergunakan dengan baik, benar, dan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat, khususnya rakyat kecil yang paling terdampak oleh pandemi Covid-19," ujarnya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI pada Selasa, 22 September 2020.

Mu'ti berharap kepada DPR dan elite politik Indonesia lain dapat menunjukkan tanggung jawab dalam penanganan Covid-19.

"Agar tidak memanfaatkan pandemi Covid-19 sebagai komoditas politik kekuasaan pribadi atau kelompok. Dalam situasi pandemi Covid-19 yang semakin memprihatinkan, seyogyanya para elite menunjukkan sikap kenegarawanan," katanya.

Baca Juga: Diterjang Banjir Bandang, Operasional Pabrik Air Mineral Ternama Dihentikan Sementara

RUU Cipta Kerja saat ini pembahasannya tengah dikebut oleh DPR bersama pemerintah. Namun, pembahasan tersebut menuai pelbagai penolakan dari kelompok buruh hingga organisasi masyarakat karena dinilai merugikan rakyat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim pembahasan RUU Ciptaker sudah mencapai 90 persen dan akan selesai dalam masa sidang paripurna tahun ini.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler