Hasil Riset Ungkap Susi Pudjiastuti Tidak Akan Duduki Kursi Menteri KKP di Periode Kedua Jokowi

- 27 November 2020, 09:00 WIB
Berdasarkan riset ada alasan kenapa Susi Pudjiastuti tidak lagi menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Berdasarkan riset ada alasan kenapa Susi Pudjiastuti tidak lagi menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. /Instagram.com/@susipudjiastuti115

 

PR BEKASI – Susi Pudjiastuti mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) pada periode pertama Pemerintahan Jokowi namanya disebut kembali ketika Menteri KKP saat ini, Edhy Prabowo terjerat kasus korupsi benih lobster.

Banyak masyarakat Indonesia yang ingin Susi Pudjiastuti bisa menduduki kembali jabatan sebagai Menteri KKP, ungkapan itu dituangkan dalam sebuah trending topik baru-baru ini.

Susi adalah sosok yang dikenal dan disukai publik karena sikap tegasnya terhadap penangkapan ikan ilegal selama masa jabatan pertama Jokowi.

Baca Juga: Jelang Akhir Pekan, Harga Emas Hari Ini Jumat 27 November 2020 Kembali Turun Tipis

Akan tetapi, pada periode kedua Pemerintahan Jokowi tidak lagi menjadikan Susi Pudjiastuti sebagai Menteri KKP, melainkan diganti dengan Edhy Prabowo. Pemilihan Edhy dinilai sebagai langkah politik untuk menarik Prabowo ke dalam koalisi pemerintah.

Namun, berdasarkan penelitian yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari theconversation.com ada alasan lain mengapa Susi Pudjiastuti tidak lagi menjabat sebagai Menteri KKP.

Studi ini menganalisis berbagai sumber sekunder dari tahun 2018 hingga 2019 dan melakukan 30 wawancara dengan pejabat kementerian, kelompok nelayan, pelaku bisnis, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), politikus, dan juga Susi sendiri.

Baca Juga: Gerindra Ikut Terseret dalam OTT KPK Edhy Prabowo, Begini Dampaknya di Pilkada 2020 Menurut Pengamat

Meskipun kebijakan Susi berhasil menurunkan penangkapan ikan ilegal hingga 90 persen, gaya kepemimpinannya yang keras mengancam banyak pihak. Mereka kemudian membentuk sebuah koalisi untuk melawan kebijakan Susi dan akhirnya menggulingkannya dari kursi menteri.

Temuan di atas mengokohkan anggapan adanya sistem oligarki yang masih sangat mendominasi ekonomi politik di Indonesia. Mereka yang berusaha untuk mendobrak sistem ini, seperti Susi diserang dan diasingkan.

Bangkitnya koalisi anti-Susi, koalisi yang melawan Susi terdiri dari perusahaan perikanan baik di dalam maupun luar negeri, anggota dewan legislatif, politikus senior, akademisi, hingga kelompok sipil dan asosiasi perikanan.

Baca Juga: Artis MA dan ST Ditangkap karena Dugaan Kasus Prostitusi Online, Krisna Mukti: Paling Figuran Doang

Mereka punya alasan yang berbeda untuk menentang Susi, dan tidak semua dari mereka terafiliasi mafia perikanan. Namun, mereka akhirnya menganggap Susi sebagai musuh bersama ketika Susi melarang kapal buatan asing pada tahun 2016.

Hasil evaluasi 11 bulan oleh Satuan Tugas 115 bentukan Susi yang bertugas memberantas perikanan ilegal menemukan bahwa mayoritas dari 1.132 kapal asing yang dipantau tidak banyak dimiliki orang Indonesia dan dengan demikian beroperasi di perairan Indonesia secara ilegal.

Susi menerapkan hukuman dan pencabutan izin operasi kepada seluruh perusahaan tersebut tanpa pandang bulu. Hal ini tidak hanya membuat marah mereka yang beroperasi secara ilegal di Indonesia, melainkan juga mereka yang melakukan pelanggaran administrasi atau pajak yang bersifat ringan.

Baca Juga: MUI Anggap Aneh Jika Kapolri Dijabat Non Muslim, Begini Komentar Refly Harun

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, strategi yang digunakan oleh koalisi untuk melawan Susi berubah dari waktu ke waktu.

Di awal masa jabatannya, mereka mencoba bernegosiasi dengan Susi terkait kebijakannya. Setelah ini gagal, mereka mencoba menekan Jokowi untuk menggantikan Susi. 

Ketika Jokowi memutuskan bahwa ini bukan langkah politik yang tepat, koalisi berganti fokus untuk memastikan Susi tidak akan diangkat kembali di periode berikutnya.

Baca Juga: Dugaan Kasus Prostitusi Online Libatkan Dua Artis Ibu Kota, Polisi Juga Bekuk 2 Muncikari

Dalam hal ini, anggota koalisi memilih strategi yang berbeda, termasuk ‘menyuap’ dan ’melakukan kampanye hitam’ – tetapi kedua strategi ini tidak berhasil.

Koalisi kemudian fokus untuk melobi politikus senior dan anggota parlemen, mengatur dan membiayai demonstrasi yang melawan Susi, serta menyerang Susi melalui pers atau media sosial.

Kombinasi dari tiga strategi terakhir ini membuahkan hasil dan mungkin berakhir pada keputusan Jokowi untuk tidak mengangkat Susi kembali.

Baca Juga: Munas X MUI Keluarkan 5 Fatwa, Salah Satunya Atur Pentingnya Penggunaan Masker

Keberhasilan koalisi anti Susi ini terlihat ketika mereka bisa meyakinkan Jokowi untuk menunda larangan cantrang – sejenis penangkapan pukat – tanpa batas waktu tertentu. 

Padahal, semula cantrang sudah dilarang melalui Peraturan Menteri No. 2/2015  bersama dengan berbagai jenis jaring pukat lainnya karena dianggap sebagai praktik penangkapan ikan yang merusak.

Sikap tanpa krompromi yang dilakukan Susi Pudjiastuti membuat dirinya hengkang dari kabinet kedua Jokowi yang juga dipicu oleh ketidakmampuan - atau keengganan - dia untuk membangun koalisi sendiri untuk mendukung visi dan tindakannya.

Baca Juga: Diisukan Tolak Bintang Mahaputera, Gatot Nurmantyo: Kalau Saya Tolak, Saya Tak Mengakui Pemerintah

Susi memadukan kebijakannya dengan gaya kepemimpinan sebagai sosok ‘wanita kuat’, yang merasa paling ‘benar sendiri’ yang akhirnya membuatnya terisolasi. 

Ini berakar dari kepribadian yang ia tunjukkan pada publik bahkan sebelum menjadi menteri, sebagai orang luar yang tidak tertarik pada kekuasaan.

Susi berusaha menjalin hubungan langsung dengan masyarakat dengan memanfaatkan apa yang dianggap orang lain sebagai kelemahan: sosok wanita dalam dunia milik pria; orang yang putus sekolah yang akhirnya berhasil; pebisnis yang sukses; dan seorang nenek yang merokok, bertato, dan berbicara secara terus terang.

Baca Juga: Tanggapi Penurunan Baliho Habib Rizieq oleh Pangdam Jaya, Gatot Nurmantyo: Tunggu Saja Teguran

‘Persona’ ini sangat disukai oleh masyarakat umum tetapi berkontribusi pada pengasingan Susi di dalam dan luar kementerian.

Isolasi politik Susi menjadi semakin jelas setelah pertikaiannya dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada awal 2018. 

Mereka meminta Susi untuk menghentikan peledakan kapal dan fokus pada pengembangan industri perikanan.***

Editor: Puji Fauziah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x