Bandingkan Korupsi e-KTP dan KKP, Refly Harun: Kasus Kecil Diuber-uber karena Ada Target Politiknya

- 27 November 2020, 18:01 WIB
Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun.
Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun. /Tangkapan layar dari YouTube Refly Harun

PR BEKASI - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun, kembali membahas kasus korupsi yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Kali ini, Refly Harun membahas tentang dampak kasus tersebut bagi elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk maju sebagai calon presiden di 2024.

Menurutnya, kasus korupsi yang menjerat Edhy Prabowo tak lantas membuat jalan Prabowo Subianto sebagai capres terhenti begitu saja.

Baca Juga: Balas Nyanyian 'Hancurkan Risma Sekarang Juga', Kordinator Aksi: Itu Ibumu, Juga Ibuku

"Jadi kalau ini dianggap menamatkan keinginan Prabowo menjadi Presiden tahun 2024, rasanya gak juga," kata Refly Harun, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari tayangan kanal YouTube Refly Harun, Jumat, 27 November 2020.

Hal itu karena menurutnya, hampir semua partai politik di Indonesia pernah terjerat kasus korupsi.

Contohnya saja kasus Partai Golkar yang paling spektakuler, yang mana Ketua Umum Partai Golkar pada saat itu, yakni Setya Novanto terjerat kasus korupsi e-KTP.

Baca Juga: Arie Kriting Ungkap Kekesalannya Usai Sufmi Dasco Sebut Kasus Edhy Prabowo Adalah Musibah

"Tapi, faktanya Golkar masih nomor dua dari sisi perolehan kursi partai politik. Walaupun dari sisi perolehan suara nomor tiga," ujar Refly Harun.

Sehingga menurutnya, saat ini yang paling mengkhawatirkan adalah sikap masyarakat Indonesia dalam menanggapi kasus korupsi tersebut.

"Artinya saya khawatir yang namanya korupsi ini sesuatu yang membuat masyarakat kita biasa-biasa saja, tidak ada punishment terhadap kader-kader partai yang korupsi, termasuk juga calon presiden dari partai tersebut," kata Refly Harun.

Baca Juga: Diserbu Warganet Terkait Kasus Prostitusi Online Inisial MA, Pedangdut Mareta Angel Ngamuk

Menurutnya, apabila tidak ada punishment dari masyarakat, maka tidak akan ada efek jera bagi para kader partai politik atau politikus dalam melakukan tindak pidana, karena masyarakat melihatnya biasa-biasa saja.

"Padahal kalau di negara lain ada kader partai atau menteri korupsi, maka yang terjadi sudah heboh sekali. Tapi di kita menganggap biasa-biasa saja, seolah bukan persoalan besar di republik ini," kata Refly Harun.

Apalagi menurutnya, saat ini pemerintah justru cenderung membiarkan kasus besar terjadi, sedangkan kasus kecil terus ditindak lanjuti.

Baca Juga: Luput dari Perhatian, Emil Salim Usulkan Kriteria Tokoh Pengganti Menteri KKP Edhy Prabowo

"Kasus besar di depan mata tidak ditindak lanjuti, kasus kecil yang ecek-ecek karena ada target politiknya terus diuber-uber, dipermasalahkan," ujar Refly Harun.

Meski demikian, Refly Harun berharap agar kasus yang menimpa Edhy Prabowo itu bisa menjadi pembelajaran bagi Partai Gerindra.

"Mudahan-mudahan ini memberikan pembelajaran bagi Partai Gerindra, janji Prabowo untuk menyeret langsung disimbolisasikan dengan paling tidak memberhentikan kadernya, tapi kalau kadernya sudah berhenti mau diseret kemana lagi," kata Refly Harun.

Baca Juga: Wali Kota Cimahi Tiba di Gedung KPK, Nawawi Pomolango: Penangannnya Masih Ketat dan Tertutup

Selain itu, dia juga mengatakan, Prabowo harus belajar bahwa memang untuk menguatkan sikap antikorupsi pada kader-kadernya itu harus dilakukan lebih kuat lagi.

"Karena saya mulai percaya, tidak ada partai atau aktivis partai yang imun dari korupsi. Kalau ada kesempatan untuk melakukan itu, maka korupsi akan terjadi dan semua aspek," ujar Refly Harun.

"Misalnya, korupsi berjamaah e-KTP, kalau terus menerus diinvestigasi, diobrak-abrik mungkin semua orang akan kena. Tapi sepertinya hanya menyasar satu dua yang kira-kira bombastis, setelah itu tidak ditindak lanjuti dan yang lain bebas melenggang," sambungnya.

Baca Juga: Tak Sengaja Bertemu Gatot Nurmantyo, Mahfud MD: Kami Ngobrol Banyak Hal dari Hati ke Hati

Sehingga menurutnya, kasus Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) ini bukanlah kasus yang besar.

"Kasus KKP ini sebenarnya kalau dilihat gradasi kasusnya, gak besar-besar amat juga, kerugian negara juga relatif, karena itu banyak dari suap, artinya pihak lain yang memberikan uang. Beda dengan kasus e-KTP, yang betul-betul merugikan negara triliunan rupiah dan seharusnya itu yang harus dikejar." tutur Refly Harun.***

Editor: Ikbal Tawakal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x