Sepanjang 2020, Komnas HAM Sebut Kasus Kekerasan di Papua Alami Peningkatan

- 10 Desember 2020, 17:24 WIB
MAHASISWA asal Papua berdemonstrasi di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, Selasa 20 Agustus 2019. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas dan protes terhadap kekerasan serta diskriminasi ras terhadap warga Papua yang terjadi di Surabaya dan Semarang.*/ANTARA
MAHASISWA asal Papua berdemonstrasi di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, Selasa 20 Agustus 2019. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas dan protes terhadap kekerasan serta diskriminasi ras terhadap warga Papua yang terjadi di Surabaya dan Semarang.*/ANTARA /

 

PR BEKASI – Sepanjang tahun 2020, Komnas HAM menyebutkan, eskalasi kasus kekerasan di Papua cenderung mengalami peningkatan.

Dikutip Pikiranrakyat-bekasi.com dari Antara, temuan data tersebut diungkapkan oleh Kepala Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey.

Menurutnya, tidak sedikit korban jiwa yang ditimbulkan dari peristiwa kekerasan yang terjadi di pulau yang berada di wilayah paling timur Indonesia tersebut.

Baca Juga: Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Pelanggaran Prokes, Polisi Juga Cekal Rizieq ke Luar Negeri

Frits Ramandey mengatakan, korban jiwa tersebut berasal dari berbagai kelompok, baik dari warga sipil, aparat keamanan, maupun gerombolan bersenjata. 

Dirinya mengatakan, banyak pihak yang menilai bahwa yang menjadi pemicu lahirnya kekerasan baru yang terjadi di tanah Papua adalah keberadaan satuan pengamanan non organik yang ditempatkan di berbagai daerah di wilayah tersebut. 

Frits Ramandey menambahkan, penetapan satuan non organik di berbagai daerah di tanah Papua tersebut dilakukan tanpa koordinasi dengan pihak pemerintah daerah setempat.

Baca Juga: Bawaslu Imbau Paslon yang Tak Puas dengan Hasil Resmi KPU Tempuh Jalur Hukum, Jangan Kerahkan Massa

"Selain itu publik juga mempertanyakan keberadaan satuan organisasi TNI bernama Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III yang bermarkas di Timika," katanya. 

Ia menilai, dalam konteks kebijakan pengamanan, keberadaan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III dinilai telah mereduksi kewenangan pengelolaan keamanan oleh Kodam XVII/Cenderawasih dan Polda Papua.

Keberadaan satuan pengamanan non organik dari luar Papua dan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III, kata dia, bertujuan menumpas anggota gerombolan bersenjata.

Baca Juga: Dijerat Pasal Berlapis Usai Jadi Tersangka, Polda Metro Jaya Siap Jemput Paksa Habib Rizieq

"Dari berbagai operasi penumpasan yang dilakukan aparat keamanan tak jarang masyarakat sipil menjadi korban. Kondisi ini telah menimbulkan dimensi persoalan baru yang dilematis, dimana sebagian warga sipil merasa terlindungi dan tetapi ada pula warga merasa ketakutan," katanya.

Secara terpisah, Wakil Kepala Polda Papua, Brigadir Jenderal Polisi Mathius D Fakhiri ikut memberikan komentarnya terkait meningkatnya kasus kekerasan di Papua.

Dirinya mengatakan kehadiran tentara dan polisi di tanah Papua adalah sebagai wujud bukti nyata negara peduli dan hadir untuk memberikan rasa aman dan melayani masyarakat sehingga bisa beraktivitas secara lancar.

Baca Juga: Terkait Status Tersangka Habib Rizieq, Ferdinand Hutahaean: Makannya Datang, Jangan Kabur

"Sinergitas TNI-Polri untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di tanah Papua," katanya pada diskusi terfokus dalam peringatan hari HAM Internasional diselenggarakan Komnas HAM Perwakilan Papua, Kamis, 10 Desember 2020.

Sementara itu, akademisi Universitas Cendrawasih, Elvira, mengakui, perlu ada evaluasi dilakukan pemangku kepentingan pemerintah dalam pengelolaan kebijakan keamanan.

Elvira mengharapkan, forum diskusi grup Komnas HAM Papua diharapkan dapat merumuskan satu keputusan untuk diberikan kepada pemerintah, satuan aparat keamanan TNI-Polri serta pemangku kepentingan lain.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah