"Akibatnya, potensi konglomerasi dan komersialisasi sangat terbuka. Jika sudah masuk skema konglomerasi, bagaimana nasib rakyat miskin untuk mendapat vaksin?," kata Netty, melanjutkan.
Baca Juga: Ferdinand Sebut Anies Tak Punya Tata Krama karena Foto Jokowi Dipajang Tidak Lebih Tinggi
Menurutnya, pentingnya satu komando dalam program vaksinasi dan memperhatikan skema pengadaan vaksin sesuai aturan yang berlaku di Tanah Air.
Selain otoritas penggunaan darurat (Emergency Use Authorization), ada juga standar kehalalan vaksin.
Sejauh ini baru vaksin dari Sinovac yang dapat persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Baca Juga: Mitos atau Fakta, Tidur dengan Rambut Basah Bisa Sebabkan Sakit Kepala hingga Flu
Tak hanya itu, Netty juga menyoroti hal itu terkait pemerintah mempertimbangkan vaksin mandiri atau gotong royong sebagai saran dari pengusaha.
Tujuannya yakni untuk meringankan pembiayaan dan mempercepat tercapainya kekebalan kelompok.
Ada sekira 26 juta karyawan badan usaha milik nasional (BUMN) dan swasta akan mendapat prioritas vaksinasi.
Baca Juga: Punya Uang Rusak? Segera Tukarkan ke Bank Indonesia, Pastikan Keaslian Uang Anda!