11 Poin Surat Edaran Kapolri soal Penanganan Perkara UU ITE, Tersangka Tak Ditahan Jika Minta Maaf

- 23 Februari 2021, 09:15 WIB
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo (kiri) terbitkan surat edaran soa penangan perkara UU ITE. /Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo (kiri) terbitkan surat edaran soa penangan perkara UU ITE. /Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO /

PR BEKASI – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan surat edaran terkait penerapan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Surat edaran tersebut merupakan respon Kapolri terkait UU ITE yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital.

Ada 11 poin dalam surat tersebut, salah satunya penyidik tidak perlu melakukan penahanan terhadap tersangka yang telah meminta maaf.

Baca Juga: Kinerja Anies Baswedan Dinilai Luar Biasa, Ketua RT Rawa Buaya: Kekurangan Beliau Cuma Satu, Gak Punya Buzzer

Baca Juga: HNW Tagih Janji Jokowi soal Banjir Jakarta, Ferdinand Hutahaean: Sayangnya Anies Susah Kerja Sama

Baca Juga: Tinjau Lokasi Banjir Bekasi, Uu Ruzhanul Ulum: Saya Tak Salahkan Siapa-siapa, Kita Harus Introspeksi

Diketahui, Surat Edaran Nomor SE/2/11/201 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif itu diteken Kapolri pada 19 Februari 2021.

"Maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakkan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat," kata Kapolri melalui surat edaran tersebut, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara Selasa, 23 Februari 2021.

Menurut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Polri selalu mengedepankan edukasi dan upaya persuasif, sehingga dapat menghindari kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika dan produktif dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan.

Baca Juga: Bantah Tudingan Sembunyikan Data Banjir, Wagub Riza Patria: Ini Sudah Jelas Semua

Ada pun 11 poin yang harus dijadikan pedoman oleh penyidik dalam menangani perkara UU ITE yakni sebagai berikut:

a. Mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam persoalannya;

b. Memahami budaya beretika yang terjadi di ruang digital dengan menginventarisir berbagai permasalah dan dampak yang terjadi di masyarakat;

c. Mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber;

Baca Juga: Tegaskan Aturan Main Bagi Pejabat yang Tak Mampu Atasi Karhutla, Jokowi: Saya Akan Ganti, Saya Copot!

d. Dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil;

e. Sejak penerimaan laporan, penyidik diminta berkomunikasi dengan pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi.

f. Melakukan kajian dan gelar prakara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim atau Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolögial berdasarkan fakta dan data yang ada;

g. Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakkan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara;

Baca Juga: Jakarta Rencanakan Gali 300 Ribu Sumur Resapan pada 2021

h. Terhadap para pihak dan atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice, kecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), radikalisme, dan separatisme;

i. Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan pengadilan namun tersangkanya telah meminta maaf, maka terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali;

j. Penyidik agar berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaannya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan;

Baca Juga: Cek Fakta: Mahathir Mohamad Dikabarkan Minta Anak-anak Indonesia Tak Habiskan Waktu Belajar Halal-Haram

k. Agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan yang diambil dan memberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x