"Jadi bagian ritual itu adalah local wisdom. Nah pemerintah mengekploitasi local wisdom itu untuk menutup kedunguan anggaran. Kan ini soalnya. Jadi yang mabuk pemerintah, yang bakal disalahin rakyat," ujar Rocky Gerung.
Lebih lanjut, Rocky Gerung menjelaskan, meski minum-minuman keras ada dalam tradisi rakyat Papua, tapi masyarakat dan Gubernur Papua pernah marah saat dulu semua toko seolah-olah membebaskan minuman keras.
"Di Manado, Minahasa juga begitu, berbagai kejahatan terjadi karena eksesif dalam produksi miras yang disponsori kepentingan kapital," ucap Rocky Gerung.
Menurutnya, keberadaan miras akan semakin menjadi masalah, ketika produksinya disponsori oleh kaum kapitalis.
"Minuman keras menjadi problem kita karena disponsori oleh kapital. Ketika investasinya dibuka, tidak lagi disebut negatif, dengan sendirinya berlaku prinsip pasar. Jadi begitu ada produksi, maka akan ada promosi. Promosi itu yang membahayakan, karena kemampuan aparat untuk mengawasi buruk sekali," tutur Rocky Gerung.
Selain itu, Rocky Gerung juga menduga, nantinya miras bukan hanya dilegalkan saja, tapi juga dijadikan cara untuk menghasilkan devisa.
"Lebih dari itu akan dipakai sebagai cara untuk menjadikan minuman keras sebagai konsumsi yang bukan sekedar legal, tapi cara untuk menghasilkan devisa. Jadi etikanya itu yang buruk, mencari devisa dengan memabukkan orang," tuturnya.