Moeldoko Ketum Demokrat versi KLB, Akademisi: Seharusnya Dia Tolak Tawaran Itu

- 7 Maret 2021, 08:36 WIB
Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang,  Mikael Rajamuda Bataona.
Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikael Rajamuda Bataona. /ANTARA/Bernadus Tokan

Moeldoko harusnya paham bahwa integritasnya sebagai tokoh diukur dari tindakan yang dilakukannya saat ini.

Baca Juga: Media Asing Ikut Soroti Pengangkatan Moeldoko Jadi Ketua Umum dalam Kudeta Partai Demokrat

Dengan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB, Moeldoko sudah pasti disebut tidak bermoral, sebab meski tidak tertulis tetapi moralitas dipahami dan dihayati oleh semua politisi sebagai sesuatu yang mahal dan mulia.

Karena mahal dan mulia, moralitas itulah yang mengikat semua politisi yang ingin dikenang sebagai negarawan.

Moeldoko rupanya lupa bahwa Moralitas adalah hukum yang "given dan non negotiable" dalam politik.

Dalam moralitas inilah akan nampak dimensi-dimensi metafisis yang tidak bisa terkatakan tetapi hanya bisa dirasakan ketika seorang politisi melakukan sesuatu yang dilandasi oleh sikap ksatria dan jiwa besar.

Baca Juga: Menanti Sikap Jokowi Soal KLB, Hinca Pandjaitan: Istana Harusnya Khawatir, Ada KSP Punya Ambisi Buta

"Dengan melakukan itu maka yang akan nampak di sana adalah kehormatan," kata pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Unwira itu.

Artinya dalam kasus KLB Demokrat ini, kata dia, tokoh sekaliber Moeldoko sedang kehilangan kehormatannya di mata publik karena wacana dominan yang ada di ruang publik saat ini adalah tentang moralitas politik itu.

"Jadi menurut saya, apa yang dilakukan Moeldoko adalah ekspresi moralitas politik.Mengapa amoral secara politik? karena dalam politik yang paling brutal sekalipun, ada batasannya, yaitu moralitas," katanya.

Halaman:

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah