Namun, dia mengklaim justru telah ditipu oleh keduanya.
"Harapan dan kerinduan saya untuk pulang ke tanah air Indonesia yang saya cintai ini telah pula dimanfaatkan orang lain untuk menipu saya," katanya, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari PMJ News.
"Harapan dan kerinduan saya untuk pulang ke tanah air Indonesia telah menghantar saya pula ke kursi terdakwa ini, sehingga menjadi korban dari harapan dan kerinduan itu sendiri, karena termakan janji-janji, iming-iming yang ternyata tidak lebih dari suatu penipuan belaka," sambungnya.
Djoko Tjandra juga menilai tuntutan jaksa terlalu berat dan tidak berdasarkan dakwaan yang sesuai fakta sebenarnya.
Dia menyebut Pinangki Sirna Malasari dan Rahmat yang berinisiatif mengajukan bantuan kepadanya di Kuala Lumpur, Malaysia.
"(Keduanya) datang bertemu saya di Kuala Lumpur, Malaysia, menawarkan bantuan dan menjanjikan saya untuk menyelesaikan persoalan hukum saya lewat jalur Fatwa Mahkamah Agung guna menindaklanjuti Putusan MK No: 33 Tahun 2016 dengan tujuan agar Putusan PK No: 12 Tahun 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga saya bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana," katanya.
Dalam pembacaan pledoinya, Djoko Tjandra juga menilai tuntutan jaksa penuntut umum berlebihan.
Ia pun mengaku menolak action plan yang ditawarkan Andi Irfan Jaya karena dianggap tidak masuk akal dan hanya sebagai penipuan belaka.
"Saya merasa aneh dan heran ketika penuntut umum mendakwa dan menuntut saya melakukan perbuatan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, sementara saya yang menolak dan membatalkan action plan tersebut karena saya melihat dalam action plan tersebut sangat tidak masuk akal," tuturnya.