PR BEKASI - Sosiolog Arief Munandar memberikan tanggapan terkait acara kajian Ramadhan yang dibatalkan oleh PT PELNI karena tidak mengantongi izin direksi dan dinilai radikal.
Arief Munandar menyayangkan kajian Ramadhan tersebut dibatalkan, karena acara kerohanian seperti itu dapat membina pegawai umat Islam, membangkitkan spirit, meningkatkan motivasi kerja, dan mendorong pegawai agar jujur dan berintegritas.
Oleh karena itu, Arief Munandar menilai, seharusnya perusahaan-perusahaan BUMN bersyukur jika acara kerohanian tumbuh subur, bukan malah dicurigai dan akhirnya dibatalkan.
Baca Juga: Soroti Perlakuan Publik pada Jokowi, Taufik Damas: Orang yang Menghina dan yang Memuja Sama-sama Dungu.
"Jadi harusnya, BUMN dan instansi-instansi pemerintah itu bersyukur, kalau kegiatan-kegiatan kerohanian itu bisa tumbuh subur. Bukannya justru dicurigai macam-macam," kata Arief Munandar, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari tayangan kanal YouTube Bang Arief, Minggu 11 April 2021.
Arief Munandar lantas mengungkapkan bahwa Komisaris Independen PT PELNI, Kristia Budhyarto atau Kang Dede yang mengumumkan pembatalan kajian Ramadhan tersebut merupakan salah satu relawan Jokowi pada Pilkada DKI 2012 silam.
"Sosok ini sebenarnya punya sejarah panjang dalam urusan-urusan permedsosan sebagai penggiat medsos atau influencer atau buzzer. Dede Budhyarto join dengan relawan Jokowi-Ahok di Pilkada DKI 2012," kata Arief Munandar.
Arief Munandar pun menyebut bahwa sejak Jokowi menjabat sebagai presiden, ada kecenderungan posisi-posisi strategis di BUMN diisi oleh para relawan Jokowi.
"Kita lihat, belakangan memang ada kecenderungan relawan-relawan Pak Jokowi itu, kemudian mendapatkan posisi-posisi yang strategis di BUMN, dalam hal ini sebagai komisaris BUMN," kata Arief Munandar.
Meski demikian, Arief Munandar menilai bahwa Kristia Budhyarto agak telat ditempatkan menjadi komisaris BUMN.
Pasalnya, Kristia Budhyarto sudah sering membantu Jokowi sejak 2012, tapi baru sekarang ini dia mendapat jatah kursi sebagai komisaris independen.
"Gue jadi mikir ya, sebenarnya apa job desk dari seorang komisaris. Ini kok komisaris jadi mirip amir masjid, yang menentukan penceramah ini boleh, penceramah ini tidak boleh," kata Arief Munandar.
Arief Munandar menilai, meskipun kini Kristia Budhyarto telah menjadi komisaris PT PELNI, tapi sikap sebagai seorang buzzer masih melekat di dirinya.
"Poin gue adalah Kang Dede ini memang menjadi komisaris di PT PELNI. Tapi bisa jadi karakter dasar Kang Dede yang sudah sangat menjiwai peran sebagai buzzer itu gak hilang. Makanya kalau dilihat, pernyataan-pernyataanya itu buzzer banget, seperti berangus, jangan dikasih celah, habisi," tuturnya.
"Itu kan karakter kalimat-kalimat negatif yang sering kita lihat di media sosial dari akun-akun kata BuzzeRp," ujar Arief Munandar.
Arief Munandar lantas membayangkan, seandainya pernyataan-pernyataan keras seperti yang dilontarkan Kristia Budhyarto dikeluarkan oleh pihak yang berseberangan dengan pemerintah, pasti akan langsung dikategorikan ujaran kebencian.
"Gue sih ngebayangin aja kalau statement dengan nada yang sama dikeluarkan oleh pihak yang berseberangan dengan pemerintah terhadap sosok yang ada di kubu pemerintah, hampir yakin itu pasti sudah dikategorikan hate speech dan diperkarakan ke polisi," tuturnya.
"Cuma karena yang mengeluarkan Kang Dede, yang jelas-jelas buzzer-nya pemerintah jadi seperti biasa, aman, damai, sentosa, dan sejahtera," ujar Arief Munandar.***