Stop Termakan Isu Miring Efek Vaksin, Simak Hukum Larangan Menolak Vaksinasi Menurut Fikih

- 14 April 2021, 11:36 WIB
Ustadz Mahbub Maafi, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU.
Ustadz Mahbub Maafi, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU. /ANTARA/HO-Aspri

PR BEKASI - Pemerintah telah mengambil kebijakan penggunakan vaksin Covid-19, dengan adanya vaksinasi merupakan salah satu ikhtiar pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran pandemi Covid-19.

Dilakukannya vaksinasi memang bukan pengobatan, akan tetapi cara yang ditempuh negara dalam melindungi warganya, pesan itu disampaikan oleh Menag Yaqut Cholil.

Namun tidak semua orang mau melaksanakan vaksinasi dengan berbagai alasan bahkan sampai beredar berbagai berita bohong terkait vaksin yang digunakan dan dampaknya.

Baca Juga: PKS-PPP Bahas Solusi Bangsa, Habib Aboe: Kami Sama-sama Usung Jalan Islam Rahmatan Lil'alamin

Terkait masih adanya masyarakat yang menolak untuk di vaksinasi.

Sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com, berikut simak tanya jawab mengenai hukum larangan menolak vaksinasi bersama Ustadz Mahbub Maafi, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU:

Apa hukumnya menolak melaksanakan vaksinasi?

Akibat pandemi Covid-19 telah mengguncang tatanan kehidupan dunia, baik sosial, ekonomi dan politik.

Baca Juga: Apakah Penyuntikan Vaksin Bisa Membatalkan Puasa? Simak Penjelasan Hukumnya

Tak hanya itu saja Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menyampaikan bahwa angka kemiskinan di Indonesia naik drastis dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Berbagai pihak sudah berusaha mati-matian menghentikan penyebaran virus Covid-19.

Ada banyak cara yang ditawarkan untuk mengatasi pandemi. Dari sekian cara yang ada, vaksinasi adalah cara yang dianggap paling efektif untuk mengatasinya.

Karena itu pemerintah pun mencanangkan program vaksinasi untuk kurang lebih 181 juta penduduk.

Baca Juga: Tak Bisa Berenang tapi Nekat Nyebur ke Sungai, Remaja Ini Hilang Terbawa Arus di Kalimalang

Harapannya program vaksinasi dapat segera menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) sehingga masyarakat bisa segera menjalankan kehidupannya dengan normal seperti sebelum adanya pandemi Covid-19, termasuk saat sedang menjalankan ibadah puasa Ramadhan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan bahwa melakukan vaksinasi Covid-19 bagi umat Islam yang berpuasa, dengan injeksi intramuscular hukumnya boleh, sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dlarar).

Namun masalahnya ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan, karena di lapangan acapkali dijumpai anggota masyarakat yang enggan divaksin bahkan cenderung menolak.

Baca Juga: Soal Sertifikasi Penceramah, Fadli Zon: Jangan Sampai Jadi Alat Sensor Bagi Mereka yang Kritis

Menolaknya divaksinasi memicu anggota masyarakat lainnya untuk ikut-ikutan menolak program vaksinasi yang dicanangkan pemerintah.

Ada beberapa alasan yang mengemuka, di antaranya adalah kekhawatiran munculnya efek samping yang membahayakan.

Kekhawatiran ini setidaknya menunjukkan pemerintah belum sepenuhnya berhasil dalam memberikan edukasi ke masyarakat mengenai vaksin serta meyakinkan kepada masyarakat mengenai keamanan vaksin.

Baca Juga: Tak Miliki Izin, Pemkot Bekasi Perintahkan Dinas Perizinan dan Satpop PP Tertibkan 31 Reklame Bodong

Di sinilah kemudian pemerintah dituntut untuk meningkatkan sosialisasi manfaat manfaat vaksinasi pada masyarakat luas. Bukan hanya sekedar meminta masyarakat untuk mengikuti program tersebut dan memberikan sanksi bagi yang menolak.

Alasan lainnya adalah menyangkut halal-haramnya vaksin Covid-19 itu sendiri, dimana dalam hal ini terjadi pro-kontra mengenai salah satu vaksin Covid-19 yang digunakan di Indonesia.

Ada yang menyatakan haram dan ada yang menyatakan halal dengan argumentasinya masing-masing.

Baca Juga: 10 Manfaat Puasa bagi Kesehatan, Salah Satunya Ternyata Bikin Awet Muda

Kendati demikian, baik pendapat yang menyatakan haram maupun tidak haram ujungnya adalah sama, yaitu memperbolehkan penggunaan vaksin tersebut.

Hukum vaksinasi dalam pandangan fikih

Dalam pandangan fikih, vaksinasi sendiri hukum asalnya adalah mubah. Namun hukum mubah ini bisa beralih menjadi wajib jika terdapat situasi yang mengharuskannya.

Baca Juga: Vaksin Sinovac di Ambang Batas, IDI: Apapun di Atas 50 Persen Itu Layak

Seperti dalam situasi pandemi Covid-19 seperti ini saat ini, dimana vaksinasi dianggap sementara ini sebagai cara yang paling efektif untuk mewujudkan herd immunity sehingga masyarakat terlindungi dari serangan wabah.

Hal ini sejalan dengan kaidah fikih yang berbunyi; lil wasâ’il hukmul maqâshid (Status hukum sarana sama status hukumnya dengan tujuan).

Penjelasan sederhana dari penerapan kaidah ini adalah bahwa dalam situasi wabah seperti hari ini menciptakan herd immunity adalah niscaya karena dapat melindungi dan menghindari masyarakat dari serangan wabah.

Baca Juga: Tanggapi Kekecewaan Luhut, Rocky Gerung: Pemerintah Telah Membuat KPK dengan Revisi UU-nya Tak Berdaya

sementara cara dianggap efektif adalah dengan mewujudkan program vaksinasi, sehingga vaksinasi pun menjadi wajib.

Dengan demikian dalam pandangan syariat, aksi penolakan terhadap vaksinasi adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Sebab, penolakan tersebut dapat membahayakan diri sendiri bahkan orang lain.

Sementara tindakan apapun yang dapat mengancam keselamatan diri dan orang lain adalah dilarang sebagaimana sabda Rasulullah Saw ; la dlarara wa la dhirar (tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan pihak lain).***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x