Jokowi Minta Koruptor Dimiskinkan, Refly Harun: Ucapan dan Faktanya Malah Berbeda

- 20 April 2021, 09:54 WIB
Refly Harun sebut ucapan Presiden Jokowi dengan fakta yang terjadi berbeda usai permintaan presiden miskinkan koruptor dinilai cuman gimmick oleh ICW.
Refly Harun sebut ucapan Presiden Jokowi dengan fakta yang terjadi berbeda usai permintaan presiden miskinkan koruptor dinilai cuman gimmick oleh ICW. /Twitter/@Dahnilanzar

Baca Juga: Hari Konsumen Nasional, Pemerintah Diminta Berperan Aktif Penuhi Hak Konsumen HPTL

Barangkali, sambungnya, Jokowi adalah orang yang tidak masalah untuk memerintah pemerintahan melakukan pemberantasan korupsi.

Namun, Refly Harun menduga, Presiden Jokowi tidak mau melakukannya karena ada gurita keluarga yang terlibat, seperti pada era pemerintahan orde baru.

Menurut dia, seharusnya tidak susah untuk mengeluarkan perintah semacam itu.

Baca Juga: Penuh Polemik, Klub Prancis dan Jerman Ini Kompak Tak Akan Ikut Liga Super Eropa

"Karena sudah mulai ada putra-putra Presiden Jokowi yang turun ke bisnis dan politik dan juga menantunya, ada Gibran di sana, Bobby, Kaesang, dan kita harus pahami bahwa kadang-kadang politik dan bisnis itu berkelindan menjadi satu," ungkapnya.

"Politik kekuasaan dan bisnis itu berkelindan menjadi satu, nah ini yang harus kita pahami. Jadi kalau kita bicara unable mungkin saja able alias mampu," sambungnya.

Kemudian soal unwilling, inilah menurut Refly Harun yang sangat memprihatinkan di era pemerintahan Presiden Jokowi.

Baca Juga: Beri Pesan untuk Hotma Sitompul, Ibunda Desiree Tarigan: Kembalikan Tanah Saya dan Jangan Ganggu Anak Saya

Ketika misalnya, sambung Refly Harun, Jokowi mengatakan mau menggigit orang korupsi dan sebagainya, kita tidak melihat di lapangan ada sebuah strategi yang betul-betul nyata, jitu, dan kuat.

Strategi yang kelihatan menurutnya, justru adalah strategi mengikuti prosedur formal untuk melakukan pemberantasan korupsi.

"Bahkan saya pribadi tidak melihat pemberantasan korupsi itu menjadi sebuah agenda prioritas dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi dan makin surut pada pemerintahan Jokowi jilid II ini," ungkapnya.

Baca Juga: Viral Aksi Maling Bongkar Tas Jamaah saat Salat di Masjid, Warganet: Gak Ada Ampun, Maling Gak Lihat Tempat

Oleh karena itu, keprihatinan ini menurut Refly Harun harus membuat masyarakat penasaran dan bertanya-tanya, apakah pemerintahan Presiden Jokowi menjadi part of solution (bagian dari solusi) dalam pemberantasan korupsi atau justru menjadi part of problem (bagian dari masalah).

Sebelumnya, menurut Wana, permintaan Jokowi yang disampaikan kepada para penegak hukum itu berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan.

"Fakta di lapangan itu ternyata hanya sedikit kasus yang ditangani menggunakan pencucian uang,' ucapnya.

Baca Juga: Panik Kebakaran di Kilang Pertamina Gas Tegal Gede Membesar, Warga: Panas Banget, Duar Duar Langsung Gede

Berdasarkan data penindakan korupsi yang ICW himpun, dari 442 kasus korupsi yang ditindak hingga tingkat penyidikan dan ada penetapan tersangka pada 2020.

Sebanyak 394 kasus korupsi dijerat dengan pasal kerugian keuangan negara, 22 kasus pemerasan, 20 kasus suap menyuap, dan 3 kasus gratifikasi.

ICW menemukan hanya 3 kasus korupsi yang dijerat dengan pasal pencucian uang. Kasus tersebut adalah korupsi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) asuransi Jiwasraya, kasus Danareksa Sekuritas, dan kasus Jaksa Pinangki.

Baca Juga: Dedi Kusnandar Tiba-tiba Terkapar saat Laga Persib vs PS Sleman, Begini Kondisinya Sekarang

Dalam penindakan korupsi, penegak hukum cenderung menggunakan pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pasal tersebut berkaitan dengan kerugian keuangan negara dan tidak fokus merampas aset koruptor untuk memiskinkan mereka.

"Ini kontra produktif dengan visi presiden mengenai perampasan aset atau pemiskinan koruptor," ujar Peneliti ICW, Wana.***

Halaman:

Editor: Elfrida Chania S

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x