Menurutnya, regulasi yang ada itu harus melalui BPOM. Namun, Pandu Riono tetap menilai penelitian Vaksin Nusantara itu semu.
"Regulasi yang ada itu harus melalui BPOM, tidak bisa tidak. Jadi penelitian ini, sengaja dengan berbasis penelitian pelayanan kesehatan, itu penelitian yang sama sekali semu," kata Pandu Riono.
Baca Juga: Soal Polemik Vaksin Nusantara, IDI: Jangan Dipolitisasi, Itu Kurang Sehat
Pandu Riono juga mengatakan bahwa penelitian Vaksin Nusantara mengingatkan pada penelitian terapi cuci otak pada 2018 lalu.
"Dalam pengertian bahwa ini adalah masih hal yang baru. Ini kita kembali kepada kasus cuci otak pada 2018. Kementerian Kesehatan mengizinkan terapi cuci otak untuk penelitian berbasis pelayanan," kata Pandu Riono.
"Tetapi dalam pernyataan Kementerian Kesehatan, harus membuat proposal, harus bekerja sama dengan Balitbangkes, harus membuat laporan. Ketiganya, tidak ada sampai sekarang," sambungnya.
Baca Juga: Dukung Penelitian Vaksin Nusantara, Dahlan Iskan: Saya Mengabdikan Tubuh Saya untuk Ilmu Pengetahuan
Oleh karena itu, Pandu Riono menilai penelitian berbasis pelayanan adalah hal yang tidak mungkin karena tidak ada dalam sistem.
"Jadi ini sesuatu yang tidak mungkin, karena tidak ada dalam sistem. Yang ada dalam sistem di dalam regulasi yang ada adalah setiap penelitian, obat, vaksin baru, itu harus melalui proses yang diketahui dan diawasi BPOM. Itu sudah standar, tidak bisa tidak, walaupun itu namanya penelitian berbasis pelayanan," tutur Pandu Riono.***