Peneliti LIPI Yakin UU Cipta Kerja Mampu Membuat Pekerja Lebih Produktif Meski Upah Rendah

- 8 Oktober 2020, 10:10 WIB
Seorang pegawai melintas di depan salah satu gedung Kantor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jalan Sangkuriang, Kota Bandung. /PR/Ade Bayu Indra
Seorang pegawai melintas di depan salah satu gedung Kantor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jalan Sangkuriang, Kota Bandung. /PR/Ade Bayu Indra /

PR BEKASI - Fathimah Fildzah Izzati sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) buka suara terkait bagaimana pengaruh UU Cipta Kerja terhadap para pekerja di Indonesia.

Fathimah mengatakan bahwa UU Cipta Kerja mempu membuat pekerja lebih produktif walaupun tingkat upah dan kesejahteraan yang didapat rendah.

"Iya dituntut lebih produktif karena upah didasarkan pada satuan waktu dan hasil, tapi dengan tingkat upah dan kesejahteraan yang sangat rendah," ucap Fathimah sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Kamis 8 Oktober 2020.

Baca Juga: Unjuk Rasa Tolak UU Ciptaker Kembali Digelar Hari Ini, Polri: Tak Kami Izinkan Demo di Masa Pandemi

Pada pasal 88 B UU Cipta Kerja menjelaskan bahwa upah ditetapkan berdasarkan dua faktor, yaitu satuan waktu dan satuan hasil. 

Hal tersebut mengartikan bahwa upah yang diterima pekerja semakin besar jika waktu bekerja lebih lama serta hasil pekerjaan lebih banyak.

"Kita sudah bisa melihat contohnya para supir taksi dan ojek daring di ekonomi perusahaan-perusahaan seperti Gojek, Grab, dan lain-lain. Mereka kan kerja berdasarkan order yang mereka terima. Mereka bisa bekerja melebihi jam kerja pada umumnya, misalnya delapan jam kerja, karena ingin mendapatkan penghasilan yang lebih," ujar Fathimah.

Baca Juga: Sindir Puan saat Narasumber Debat, Najwa Shihab: Semua Berhak Bicara, Saya Tidak Akan Mematkan Mic

Akan tetapi, ini bukan jaminan pekerja untuk mendapatkan besaran upah dan tingkat kesejahteraan yang pantas pada satu pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, pengusaha wajib menyusun skala dan struktur upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan serta produktivitas.

Awalnya, pada pasal 92 UU Ketenagakerjaan, pengusaha menyusun skala dan struktur upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, pendidikan, masa kerja, serta kompetensi pekerja.

Baca Juga: Masuki Musim Hujan, Jateng Siap Siaga, Bupati Karanganyar: Ada 14 Kecamatan yang Rawan Bencana!

Skala dan struktur upah ini digunakan pengusaha untuk menetapkan upah yang akan diberikan kepada pekerja atau buruh.

Adapun dua poin klaster ketenagakerjaan yang berhubungan dengan masalah upah pada UU Cipta Kerja yaitu:

1. Upah didasarkan per satuan waktu, ketentuan ini membuka ruang adanya upah per jam, ketika upah dibayarkan per jam, maka otomatis upah minimum akan hilang.

Baca Juga: Sebelum Mengikuti Perkuliahan di Kampus IPDN, 1.099 Calon Muda Praja Wajib Lakukan Swab Test

2. Upah minimum hanya didasarkan pada UMP. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (USMK) dihapus.

Fathimah menegaskan jika ia tidak mendukung poin-poin yang terkandung dalam UU Cipta Kerja.

"Kalau kesannya kayak pro sama omnibus law, padahal saya menentang," tutur Fathimah sambil mengakhiri pembicaraan.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah