Tantang Siapa pun yang Menolak, Arief Puyuono Pastikan UU Cipta Kerja Tak Rugikan Buruh

- 10 Oktober 2020, 18:13 WIB
Presiden Joko Widodo.
Presiden Joko Widodo. /Tangkapan layar Youtube.com /Sekretariat Presiden.

PR BEKASI – Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) dinilai akan berimbas positif bagi para pekerja atau kaum buruh.

Hal tersebut diutarakan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu yang juga Wakil Ketua Gerindra, Arief Poyuono dalam keterangan persnya pada Sabtu, 10 Oktober 2020.

Arief Poyuono bahkan menantang semua pihak yang kontra untuk menunjukkan bagian dari UU Cipta Kerja yang dianggap merugikan para pekerja.

Coba tunjukan mana dari UU Ciptaker yang ngerugikan kaum buruh,” kata Arief Poyuono sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI.

Baca Juga: Ribuan Perusuh Demo Tolak UU Cipta Kerja Diamankan, Polri: Perusuh Diberi Uang dan Tiket Kereta 

Sebagai contoh kasus, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) merumahkan sementara waktu 800 karyawannya dengan status tenaga kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) selama 3 bulan terhitung sejak 14 Mei 2020.

Perusahaan tersebut nantinya akan menyelesaikan lebih awal kontrak kerja dari masa kontrak yang berlaku dengan tetap membayarkan kewajiban sesuai dengan kontrak tersebut. Hanya saja perseroan tidak mengungkapkan berapa jumlah detail pilot tidak tetap dari total 800 karyawan kontrak ini.

Terkait itu, Arief menyatakan bahwa PKWT Garuda yang dinyatakan di-PHK tidak dapat mengklaim kompensasi karena belum memakai UU Cipta Kerja.

"Nah sekarang PKWT selesai masa kerjanya atau PHK perusahaan harus berikan Kompensasi pada pekerja PKWT," ujarnya.

Baca Juga: Tidak Perlu Ragu Tes Swab di Puskesmas bagi Pasien Kontak Erat, Doni Monardo: Harusnya Gratis 

Arief menduga, bahwa praktek semacam ini selalu dilakukan oleh perusahaan yakni ketika pegawai outsourcing seperti di BUMN setiap tiga tahun selalu mengganti perusahaan jasa Outsourcing.

Hal tersebut dimaksudkan agar perusahaan tidak membayar pesangon kepada pekerja Outsourcing.

"Nantinya perusahaan tersebut akan menghilangkan masa kerja para pekerja outsourcing tujuannya agar tidak membayar fasilitas untuk status pekerja tetap," tuturnya.

Arief juga memberikan sebuah contoh penjelasan mengenai proses jasa outsourcing yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan UU Cipta Kerja.

Baca Juga: TNI-Polri Semakin Mesra di Lokasi TMMD Reguler Brebes 

"Contoh Mamat bekerja di perusahaan outsourcing dengan kontrak PKWT sebagai tenaga satpam di sebuah perusahaan konstruksi yang sedang membangun 2 blok apartemen mewah di Jakarta. Mamat dipekerjakan selama masa pembangunan selesai yang diperkirakan memakan waktu 2 tahun," tuturnya.

Setelah 2 tahun, kontrak pegawai tersebut putus, beberapa bulan kemudian, perusahaan outsourcing kembali merekrutnya sebagai karyawan tetap (PKWTT) untuk dipekerjakan di perusahaan jasa keuangan yang membutuhkan tenaga keamanan di kantor pusatnya.

Maka, masa kerja pegawai tersebut nantinya sebagai satpam dihitung sejak ia meneken kontrak PKWT tersebut.

"Nah dengan UU Ciptaker maka masa kerja mamat tetap berlaku sejak sebagai berstatus PKWT yang bekerja di proyek. Kan jelas ini menguntungkan mamat sebagai pekerja alih daya. Dan mamat punya kesempatan menjadi tenaga kerja tetap nantinya," ujarnya.

Baca Juga: Sosok Marsinah yang Perjuangkan Hak Buruh, Diculik dan Dianiaya Hingga Tewas di Tengah Hutan 

Sebagai informasi, massa kerja pekerja outsourcing bergantung pada jenis kontrak yang disepakati bersama perusahaan alih daya yang merekrut mereka.

Adapun yang menjadi dasarnya ialah Pasal 65 dan 66 pasal 59 UU No 13 tahun 2003. Akan tetapi hal itu sudah tidak berlaku lagi dengan adanya UU Cipta Kerja.

Selain itu UU No 13 tahun 2003 banyak merugikan pekerja outsourcing yang menjadikan buruh sebagai bentuk perbudakan.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah