Terkait Pemulihan Ekonomi, Peneliti Minta Pemerintah Jaring Aspirasi Masyarakat Soal Omnibus Law

- 15 Oktober 2020, 18:28 WIB
Aksi penolakan omnibus law di depan gedung DPRD Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada Kamis, 15 Oktober 2020.
Aksi penolakan omnibus law di depan gedung DPRD Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada Kamis, 15 Oktober 2020. /ANTARA/Syaiful Arif/

o

PR BEKASI – Pemerintah diminta tidak abai terhadap respons dan tuntutan masyarakat yang meminta transparansi serta komunikasi dengan pihak pemerintah berkaitan dengan Omnibus Law.

Pingkan Audrine Kosijungan yang merupakan peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyampaikan hal tersebut dalam keterangan di Jakarta, Kamis, 15 Oktober 2020.

Menurutnya, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat di berbagai daerah, merupakan bentuk kepedulian dari masyarakat terhadap negara.

Baca Juga: Rekomendasi 4 Aplikasi Reksa Dana yang Cocok untuk Para Pemula, Bisa Bayar Lewat ShopeePay

"Proses dialog dapat terus diupayakan, agar dapat menjaring aspirasi masyarakat seluas-luasnya, dan menjaga stabilitas sosial," ujar Pingkan Audrine Kosijungan, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

"Hal ini penting, karena stabilitas sosial pun faktor yang mempengaruhi kondisi perekonomian, utamanya sentimen pasar dan aktivitas ekonomi yang berjalan di tengah masyarakat," tuturnya melanjutkan.

Pingkan menuturkan bahwa pengesahan UU Ciptaker, menuai berbagai pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Baca Juga: Banyak Berita Menyesatkan, Iblis Adalah Suri Teladan Pertama Penyebar Hoaks

Walaupun demikian, setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatian dari UU tersebut, yang berhubungan dengan upaya pemulihan ekonomi.

Yakni bentuk dukungan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan juga reformasi regulasi dalam rangka efisiensi birokrasi.

Pingkan Audrine Kosijungan menilai, upaya pemulihan ekonomi perlu menjaga fokus pemerintah, dengan atau tanpa adanya UU Ciptaker.

Baca Juga: Diduga Terdapat Kelompok LGBT di Tubuh TNI, Kabidpenum Puspen Tegas Akan Beri Sanksi Jika Terbukti

Dalam UU Cipta Kerja, dukungan terhadap UMKM dan reformasi regulasi merupakan dua hal yang penting didorong efektivitasnya, karena diharapkan dapat memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan terhadap koperasi dan UMKM, serta industri dan perdangangan nasional.

Kemudian menyerap tenaga kerja Indonesia, serta melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan keberpihakan, penguatan, dan perlindungan bagi koperasi dan UMKM, serta industri nasional.

Kedua poin tersebut, penting untuk mendapatkan perhatian yang lebih lanjut. Karena setiap tahunnya, pemerintah telah mengalokasikan anggaran.

Baca Juga: Punya Sudut Pandang Berbeda Tentang Omnibus Law, Marissa Haque Ajak Warganet Belajar Ilmu Hukum

Namun, tetap menemui kendala dalam proses birokrasi yang panjang bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.

"Oleh karena itu, reformasi struktural pun menjadi diperlukan, seperti yang tercantum dalam Bagian Ketiga mengenai kriteria UMKM yang mengubah ketentuan pada UU Nomor 20/2008 tentang UMKM," tutur Pingkan Audrine Kosijungan.

Dia menuturkan bahwa reformasi struktural mengacu kepada perubahan yang diamanatkan UU Cipta Kerja Pasal 87, yang mengubah Pasal 12 dari UU Nomor 28/2008 tentang UMKM dengan memperjelas perizinan yang dimaksud ialah Perizinan Berusaha.

Baca Juga: Larangan Masuk ke AS Dicabut, Prabowo Subianto akan Disambut Donald Trump di Pentagon

Demikian pula Pasal 21 dengan memperjelas subyek pemerintah, menjadi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta menghilangkan kata ‘dapat’ yang membuat posisi pemerintah di sini memiliki kewajiban untuk menyediakan pembiayaan bagi UMKM.

Ketentuan lebih lanjut, berkenaan dengan persyaratan dan tata cara Perizinan Berusaha akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Namun, Pingkan Audrine Kosijungan menilai masih ada pasal terkait usaha mikro dan kecil yang rancu atau multi tafsir.

Baca Juga: Terkait Kritik atas Kunjungan Prabowo ke AS, Dahnil Anzar: Kami Menghormati Hal Tersebut

Misalnya saja Pasal 87 UU Ciptaker yang menyebutkan Biaya Perizinan Berusaha bagi usaha mikro, akan dibebaskan biayanya. Sedangkan untuk usaha kecil, akan diringankan besar biayanya.

Dalam Pasal 92 menyebutkan bahwa usaha mikro dan kecil yang mengajukan Perizinan Berusaha, 'dapat' diberikan insentif berupa tidak dikenakan biaya atau diberikan keringanan biaya.

Penggunaan kata ‘dapat’ atau dalam kaidah hukum disebut mogen (kebolehan), yang mengindikasikan tidak ada larangan dan kewajiban di dalamnya.

Baca Juga: Gencar Sosialisasikan UU Cipta Kerja, Ida Fauziyah: UU Ini Bergigi Kuat, Tidak Ompong

Hal tersebut berbeda dengan Pasal 87, yang mengindikasikan kondisi pasti pembebasan dan pengurangan biaya perizinan.

Pingkan Audrine Kosijungan menyebut, adanya pasal multitafsir berpotensi pada kecenderungan para pelaku usaha untuk menghindari proses memperoleh izin. Walaupun telah dipermudah dalam satu platform Online Single Sumbission (OSS).

Kekhawatiran tersebut, turut didukung oleh data studi dari International Federation of Cheerleading (IFC) pada tahun 2016, mengenai alasan usaha kecil dan menengah tidak mendaftarkan usaha mereka.

Baca Juga: Berharap Suaranya Didengar Pemerintah dan DPR, GBJ Berkomitmen Tidak Akan Aksi dengan Anarkistis

Selain karena proses perizinan yang rumit, yaitu karena tidak melihat manfaat perizinan, dan biaya perizinan yang terlalu mahal.

"Oleh karena itu, urgensi memperjelas ketentuan perizinan UMKM sebaiknya menjadi prioritas." ujar Pingkan Audrine Kosijungan.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x