Anies Terancam Dipenjara, Refly Harun: Kalau Aturannya Begini, Presiden Bisa Kena Pidana Juga

- 18 November 2020, 09:23 WIB
Refly Harun mengomentari kasus Anies Baswedan yang bisa mendera Jokowi juga.
Refly Harun mengomentari kasus Anies Baswedan yang bisa mendera Jokowi juga. /Kolase Pikiran-rakyat.com

PR BEKASI - Ahli hukum tata negara Refly Harun menyebut jika aturan yang diterapkan kepada Anies Baswedan, seorang presiden pun bisa terkena tindak pidana usai Gubernur DKI Jakarta saat ini terancam hukuman satu tahun penjara.

Diketahui, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono telah menyebut beberapa pihak termasuk Anies Baswedan yang dapat terancam satu tahun penjara atau denda sebesar Rp100 juta.

Hal tersebut terjadi karena Anies Baswedan diduga melanggar protokol kesehatan pada acara pernikahan putri Habib Rizieq Shihab (HRS), Sabtu, 14 November 2020 lalu.

Baca Juga: Kampanye Gibran Rakabuming Dinilai Langgar Prokes, dr. Tirta: Saya Gak Takut Kritik Anak Presiden

Anies Baswedan bersama dengan beberapa pihak lainnya bisa dijerat dengan Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"Dugaan tindak pidana Pasal 93 UU Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan," kata Argo Yuwono.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun, Rabu, 18 November 2020, berikut bunyi Pasal 93:

"Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)"

Baca Juga: Soroti Nasib Anies Baswedan yang Diperiksa Polisi, Said Didu: Namamu Sebaiknya Diganti Jadi LA Salah

Refly Harun menilai seharusnya penegakan hukumnya cukup dilakukan dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan tidak ada sanksi pidananya.

"Karena ini aturannya hanya Pergub, tentu harusnya tidak ada sanksi pidananya dan untuk itu sesungguhnya sudah diberikan sanksi administratif Rp50 juta, bahkan Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan bahwa ini adalah kewenangan Gubernur DKI," ucapnya.

"Rupanya penegak hukum memiliki logika lain, ini adalah kewenangan mereka dalam ranah pidana karena ada dugaan tindak pidananya," sambung Refly.

Jadi ternyata menurut Refly Harun, ada dua aspek, yaitu aspek pidana penjara satu tahun dan aspek administrasinya denda Rp100 juta.

Baca Juga: Jakarta Tak Ada Perayaan Besar Sambut Tahun Baru 2021, Wagub DKI: Tidak Ada Anggaran

Namun, Refly Harun mengungkapkan jika pasal ini dibaca secara teliti, maka terdapat sebab akibat yang akan berpengaruh pada interpretasi selanjutnya.

"Sebabnya adalah menghalang-halangi atau tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Jangan lupa ada sebab dan akibatnya," tuturnya.

Padahal menurut Refly, kedaruratan kesehatan masyarakat adalah sesuatu yang sudah dinyatakan sejak awal pandemi berlangsung.

"Jadi pasal ini bisa debatable (diperdebatkan) karena kejadian tersebut harus dibuktikan memunculkan kedaruratan kesehatan masyarakat," ucapnya.

Baca Juga: Tak Terima Pihak SatPol PP Jakarta Disalahkan, Wagub: Sekarang Bukan Soal Copot-Mencopot

"Padahal kedaruratan kesehatan masyarakat tersebut sudah dinyatakan, jadi pemerintah yang menyatakan kedaruratan kesehatan masyarakat, bukan karena kejadian di pernikahan putri HRS," sambung Refly.

Refly Harun mengatakan, karena di pasal tersebut dikatakan "tidak mematuhi atau menghalang-halangi", mungkin porsi Anies adalah tidak mematuhi.

"Tapi kok Anies Baswedan yang mematuhi, bukankah yang tidak mematuhi adalah HRS, kalau untuk Anies Baswedan, bukan tidak mematuhi kalau mau disalahkan, tapi tidak menjalankan kewenangannya," ucapnya.

Jika mau dianggap tidak menjalankan kewenangannya, Refly menilai perspektifnya bukan pidana tapi diganti menjadi politik dan administratif negara.

Baca Juga: Komentari Kemungkinan Anies Baswedan Ditangkap, Refly Harun: Dia Tidak Jalankan Kewenangannya

"Perspektif politiknya tentu DPRD DKI bisa menggunakan hak-haknya, entah itu hak bertanya, interpelasi, angket, dan proses pemberhentian tentu selain di DPRD DKI juga harus ke MA," ucapnya

Refly menyarankan, seharusnya pelanggaran-pelanggaran berat seperti tindak pidana saja yang bisa menyebabkan pemenjaraan seorang kepala daerah, bahkan kepala negara yang dipilih secara demokratis saja bisa dijatuhkan.

"Sementara dari sisi administratif adalah, bisa jadi Gubernur Anies Baswedan dimintai klarifikasi oleh pemerintah nasional, sanksi ya misalnya katakanlah mengurangi dana alokasi umum tidak menyalurkan dana tertentu dan sanksi-sanksi administratif lainnya," tuturnya.

Menurut Refly, terlalu berlebihan jika menyasar Anies dengan sebuah tuduhan melakukan tindak pidana, karena ini adalah soal amanat bagaimana dia menjalankan pemerintahan di DKI Jakarta.

Baca Juga: Dicecar 33 Pertanyaan dalam Selama 9 Jam, Anies Baswedan Beberkan Pertanyaan Polda Metro Jaya

"Kalau setiap pelanggaran pidana itu dibebankan kepada penyelenggara negara karena ada warga negara yang melanggar tindak pidana, maka sesungguhnya nanti bisa-bisa presiden pun bisa kena tindak pidana," ucapnya.

"Katakanlah misalnya presiden melemahkan KPK, kan bisa diinterpretasikan sebagai menghalang-halangi pemberantasan tindak pidana korupsi misalnya atau menyalahgunakan kewenangan misalnya, kan tidak begitu perspektifnya," sambung Refly.

Sekali lagi, Refly menegaskan ini bukan untuk menghalang-halangi atau tidak mematuhi protokol kesehatan tapi ini berkaitan dengan menjalankan tugas-tugas apa saja yang dibebankan kepada pemerintah lokal.

"Jangan sampai kepala daerah yang dipilih secara demokratis itu justru bisa dijatuhkan oleh mekanisme-mekanisme yang justru di luar demokrasi itu sendiri," ucapnya.

Baca Juga: Bersiap, Menkes Terawan Agus Putranto Sebut Vaksinasi Covid-19 Sasar 107 Juta Penduduk

"Penilaian diserahkan kepada pemerintah pusat untuk sanksi administratif, diserahkan kepada DPRD DKI untuk sisi politik lokal, dan diserahkan kepada masyarakat dari sisi perspektif sosial." sambung Refly.

Refly menilai penting baginya untuk memberikan perspektif hukum tata negara dan administrasi negaranya agar tidak mudah begitu saja bagi seorang kepala daerah dipidanakan untuk hal-hal yang justru tidak ia lakukan.***

Editor: M Bayu Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x