Junta Militer Myanmar Lakukan Serangan Udara, 3.000 Warga Karen Mengungsi ke Thailand

- 29 Maret 2021, 12:14 WIB
 Thai PBS melaporkan sekitar 3.000 orang telah mengungsi ke Thailand setelah serangan udara pasukan junta militer di negara bagian karen, Myanmar. /Twitter/@karenwomenorg
Thai PBS melaporkan sekitar 3.000 orang telah mengungsi ke Thailand setelah serangan udara pasukan junta militer di negara bagian karen, Myanmar. /Twitter/@karenwomenorg /

PR BEKASI – Junta militer Myanmar semakin menjadi-jadi dalam melumpuhkan pihak-pihak yang menolak aksi kudeta yang mereka lakukan pada Februari 2020 lalu.

Kali ini, pasukan junta menggunakan serangan udara untuk mengebom daerah yang dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata di negara bagian Karen.

Akibat serangan udara tersebut, sedikitnya 3.000 orang telah mengungsi ke Thailand untuk menyelamatkan diri.

Serangan udara pasukan junta militer tersebut dilakukan di tengah serbuan kritik keras yang dilayangkan oleh negara barat terhadap kekerasan yang terjadi di Myanmar.

Baca Juga: Pertamina Jamin Pasokan BBM Tidak Terganggu Usai Kilang Minyak Pertamina di Balongan Indramayu Terbakar

Baca Juga: Telusuri Penyebab Kebakaran Kilang Minyak Balongan, Polri Turun Tangan Kerahkan Tim Inafis

Baca Juga: HRS Mentahkan 10 Tuduhan Jaksa, Refly Harun: Sebenarnya Sekadar Ingin Cari Kesalahan Habib Rizieq

Organisasi Wanita Karen mengatakan pada Minggu, 28 Maret 2021, pasukan junta militer telah melancarkan serangan udara di lima wilayah di distrik Mutraw dekat perbatasan dengan Thailand, termasuk kamp pengungsian.

"Saat ini, penduduk desa bersembunyi di hutan karena lebih dari 3.000 orang menyeberang ke Thailand untuk berlindung," kata kelompok tersebut, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Al Jazeera, Senin, 29 Maret 2021.

Mereka juga menuntut dunia internasional segera membuat tindakan terhadap kekejaman yang terjadi di Myanmar.

"Kami menuntut tanggapan internasional atas kekejaman yang terjadi untuk mengirimkan pesan bahwa militer tidak dapat lagi bertindak tanpa hukuman," katanya.

Thai PBS juga melaporkan sekitar 3.000 orang telah mencapai Thailand, namun sampai artikel ini dibuat otoritas Thailand belum memberikan komentar langsung terkait hal tersebut.

Baca Juga: Kutuk Teror Bom di Makassar, Eks Pimpinan JI: Ini Kelompok Sesat yang Meyakini Membunuh Itu Pahala

Serangan udara di negara bagian Karen adalah serangan terbesar selama bertahun-tahun di wilayah yang dikuasai oleh kelompok separatis Persatuan Nasional Karen (KNU).

Jaringan Dukungan Perdamaian Karen mengatakan serangan itu terjadi setelah helikopter mengintai daerah itu dengan dua jet tempur menjatuhkan sembilan bom pada malam 27 Maret menewaskan tiga orang dan melukai tujuh lainnya.

Terjadi lebih banyak serangan udara pada pagi dan sore hari berikutnya termasuk di sepanjang Sungai Salween yang menandai perbatasan.

Kelompok separatis itu menandatangani perjanjian gencatan senjata pada 2015 tetapi ketegangan meningkat sejak junta militer melakukan kudeta.

Kekerasan juga berlanjut di tempat lain di Myanmar, ketika orang-orang berkumpul untuk berduka atas mereka yang terbunuh pada Sabtu, 27 Maret 2021.

Hal tersebut menjadikan hari itu sebagai hari paling berdarah dari protes anti-kudeta sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintah sipil Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada 1 Februari 2020.

Baca Juga: Sebut Presiden Jokowi Bohong Soal Impor Beras, Said Didu: Sudah Sering Dia Melakukan Itu

Dikatakan 459 warga sipil kini telah tewas dalam hampir dua bulan sejak kudeta, sementara lebih dari 2.559 telah ditahan.

Diketahui, Myanmar sedang berada dalam kekacauan sejak junta militer menahan Aung San Suu Kyi dan mengambil kendali negara yang memicu pemberontakan massal menuntut kembali ke demokrasi.

Militer telah mempertahankan perebutan kekuasaannya, dengan mengklaim adanya kecurangan dalam pemilihan November 2020 yang dimenangkan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLFD) pimpinan Aung San Suu Kyi dengan telak.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah