Sekitar 500 Orang Tewas Sejak Kudeta di Myanmar, Aktivis Lempar Sampah ke Jalanan sebagai Bentuk Perlawanan

- 30 Maret 2021, 14:27 WIB
Demonstran bersembunyi di balik barikade selama protes menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Maret 2021.
Demonstran bersembunyi di balik barikade selama protes menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Maret 2021. /Reuters

PR BEKASI - Pengunjuk rasa anti-kudeta di Myanmar menggelar aksi di malam hari diterangi cahaya lilin.

Setelah sebuah kelompok advokasi menyatakan bahwa telah ada 500 orang yang tewas sejak kudeta terjadi pada Senin, 1 Februari 2021 lalu.

Para aktivis anti-kude pada Selasa, 30 Maret 2021 juga ‘membuang sampah’ ke jalanan sebagai bentuk pembangkangan sipil terbaru.

Dari 14 warga sipil yang tewas di Myanmar pada Senin, 29 Maret 2021, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan setidaknya delapan orang berada di distrik Dagon Selatan, Yangon.

Baca Juga: JK Duga Ada Aksi Teror Nasional, Ferdinand Hutahaean: Mengapa Anda Bisa Lebih Tahu dari Aparat Kepolisian?

Baca Juga: [Hoaks atau Fakta] Benarkah Modus Pencurian Bius Helm Pengendara Bermotor Sedang Marak, Ini Faktanya

Baca Juga: Kabar Duka, Aktor Senior Wawan Wanisar Pemeran Pierre Tendean dalam Film G30S PKI Meninggal Dunia

Pasukan keamanan di daerah itu menembakkan senjata kaliber yang jauh lebih berat dari biasanya pada Senin untuk membersihkan barikade kantong pasir, kata saksi mata. Belum jelas jenis senjata apa yang digunakan.

Televisi pemerintah mengatakan pasukan keamanan menggunakan "senjata anti huru hara" untuk membubarkan kerumunan.

Seorang warga South Dagon pada hari Selasa mengatakan lebih banyak suara tembakan pada malam hari di daerah tersebut, meningkatkan kekhawatiran lebih banyak korban berjatuhan.

Polisi dan juru bicara junta tidak menjawab panggilan untuk meminta komentar.

Baca Juga: Salurkan Bantuan, Mensos Risma Kunjungi Korban Kebakaran Kilang Minyak Pertamina di Balongan

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak para jenderal Myanmar untuk menghentikan pembunuhan dan penindasan demonstrasi.

Dalam taktik baru, pengunjuk rasa berusaha untuk meningkatkan kampanye pemberontak sipil pada hari Selasa dengan meminta penduduk membuang sampah ke jalan-jalan di persimpangan jalan utama.

"Aksi melempar sampah ini adalah aksi menentang junta," tulis aktivis di media sosial seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Selasa.

Diketahui langkah itu bertentangan dengan perintah yang dikeluarkan melalui pengeras suara di beberapa lingkungan Yangon pada hari Senin yang mendesak penduduk untuk membuang sampah dengan benar.

Baca Juga: Alami Infeksi Bola Mata Saat Jadi 'Manusia Silver', Tati Kini Mendapat Layanan Sosial dari Kemensos

Setidaknya 510 warga sipil telah tewas dalam hampir dua bulan upaya untuk menghentikan protes, kata kelompok advokasi AAPP.

Total korban tewas pada hari Sabtu, 27 Maret 2021, tercatat sebagai hari paling berdarah sejauh ini, telah meningkat menjadi 141.

Salah satu kelompok utama di balik protes, General Strike Commite of Nationalities, pada hari Senin dalam surat terbuka meminta pasukan etnis minoritas untuk membantu mereka yang melawan "penindasan yang tidak adil" dari militer.

Baca Juga: Oknum TNI Diduga Terlibat Kasus Penganiayaan Jurnalis, AJI Jember Minta Polisi Militer Proaktif

Sebagai tanda agar seruan itu mendapat perhatian, tiga kelompok dalam surat bersama pada Selasa meminta militer untuk berhenti membunuh pengunjuk rasa damai dan menyelesaikan masalah politik.

Kelompok yang termasuk antara lain: Myanmar National Democratic Alliance Army, The Arakan Army dan Ta'ang National Liberation Army.

Ketiganya kompak memperingatkan jika militer tidak melakukan ini, mereka "akan bekerja sama dengan semua bangsa yang bergabung dengan revolusi musim semi Myanmar dalam hal pertahanan diri.”***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Asia One


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah