Pria Yahudi Ini Tak Ingin Pergi dari Afghanistan, Sebut Taliban Akan Bentuk Pemerintahan yang Baik

- 22 Agustus 2021, 11:33 WIB
Zabulon Simintov, seorang Yahudi terakhir di Afghanistan tidak ingin pergi dari Kabul dan salahkan AS karena telah menyerang Afghanistan dan menciptakan kehancuran dan pembantaian.
Zabulon Simintov, seorang Yahudi terakhir di Afghanistan tidak ingin pergi dari Kabul dan salahkan AS karena telah menyerang Afghanistan dan menciptakan kehancuran dan pembantaian. /Arab News

Baca Juga: Taliban Kuasai Afghanistan, Abu Tholut: Tak Perlu Khawatir, Itu Tak Picu Aksi Terorisme di Indonesia

Tetapi Simintov, yang telah dua kali bertugas di tentara Afghanistan, mengatakan dia tidak akan pergi, meskipun istri dan dua putrinya pindah ke Israel pada 1992.

Sebagai penjaga satu-satunya sinagog di Kabul, yang tinggal di kompleksnya selama beberapa dekade, Simintov telah menyaksikan perang saudara, invasi Soviet dan AS ke Afghanistan, pemerintahan Taliban dan kembalinya kelompok itu ke tampuk kekuasaan 20 tahun kemudian.

Sinagog Kabul, didirikan pada 1966, adalah satu-satunya tempat ibadah Yahudi di negara itu setelah semua orang Yahudi pindah ke Herat di Afghanistan barat.

Baca Juga: Taliban Berkuasa, Juara Karate Resah Karier Atlet Perempuan di Afghanistan Tamat

Meskipun informasi tentang asal-usul Yudaisme di Afghanistan langka, diyakini bahwa orang-orang Yahudi datang ke wilayah itu sekitar 2.000 tahun yang lalu, hidup dalam kedamaian dan harmoni yang relatif di negara mayoritas Muslim hingga pertengahan abad ke-20.

Pernah menjadi komunitas yang berkembang pesat di Afghanistan, ribuan orang Yahudi Afghanistan pergi ke Israel dan negara-negara Barat pada akhir 1940-an setelah pembentukan Israel dan setelah invasi Soviet pada 1979.

Lainnya melarikan diri selama perang saudara berikutnya di bawah Mujahidin dan setelah kenaikan pertama Taliban ke tampuk kekuasaan pada tahun 1996.

Baca Juga: Pakar Imbau Rakyat Tak Galang Simpatisan Konflik Afghanistan-Taliban: Jangan Sampai Rusak Persatuan Indonesia

Simintov, yang lahir di Herat dan kemudian pindah ke Kabul, menggambarkan periode monarki negara itu, yang berakhir pada 1973, sebagai 'era keemasan' bagi orang Yahudi tetapi juga bagi orang Afghanistan pada umumnya.

Halaman:

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Arab News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah