Banyak Warga yang Marah dan Protes, Bangladesh Pertimbangkan Hukuman Mati Bagi Pelaku Pemerkosaan

- 12 Oktober 2020, 11:19 WIB
Para perempuan yang melakukan unjuk rasa menuntut hukuman keras untuk para pelaku pemerkosaan dan pelecehan seksual./Aljazeera/Mahmud Hossain Opu
Para perempuan yang melakukan unjuk rasa menuntut hukuman keras untuk para pelaku pemerkosaan dan pelecehan seksual./Aljazeera/Mahmud Hossain Opu /

PR BEKASI - Aksi demonstrasi tengah berkobar di seluruh Bangladesh, yang dipicu karena terjadinya serangkaian kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual.

Oleh karena itu, Pemerintah Bangladesh memutuskan untuk mempertimbangkan hukuman mati bagi para pelaku pemerkosaan dan pelecehan seksual, ketimbang hukuman penjara.

Menteri Hukum Anisul Huq mengatakan bahwa kementeriannya akan mengajukan proposal ke kabinet pada Senin, 12 Oktober 2020, untuk membuat amandemen mendesak terhadap undang-undang yang menangani kekerasan seksual.

Baca Juga: FOINI Desak Presiden dan Pimpinan DPR Bertanggung Jawab atas Sesatnya Informasi UU Ciptaker

“Kami memikirkan hukuman mati daripada hukuman penjara seumur hidup. Tindakan ini akan diambil sesuai arahan Perdana Menteri kami Sheikh Hasina,” kata Anisul Huq, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Aljazeera, Senin, 12 Oktober 2020.

Diketahui, dalam sepekan terakhir ini, Bangladesh sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim yang mencapai 170 juta jiwa, telah melakukan protes dan aksi unjuk rasa yang belum pernah terjadi sebelumnya di ibu kota Dhaka dan kota-kota lainnya.

Para demonstran marah dan menuntut keadilan serta hukuman yang lebih keras untuk kasus pemerkosaan.

Baca Juga: DKI Jakarta Mulai PSBB Transisi, Ganjil Genap Masih ditiadakan dan Sekolah Masih Daring

Dalam aksinya tersebut, para demonstran membawa poster yang bertuliskan "Gantung Pemerkosa" dan "Tidak Ada Ampun Bagi Pemerkosa".

Para demonstran tersebut didominasi oleh puluhan ribu pelajar dan wanita.

Seorang mahasiswa yang ikut terlibat demonstrasi, Saima Ajmeri (21) menantang terik matahari, hujan, dan ketakutan akan infeksi Covid-19 saat dia turun ke jalan selama lima hari berturut-turut.

Baca Juga: dr. Tirta Sambut Positif PSBB Transisi Jilid 2 Jakarta, Warganet: Jelas Lah Orang Dikit Lagi Pilkada

"Saya selalu malu, dan menjauh dari unjuk rasa dan prosesi protes karena saya seorang introvert. Tapi sekarang saya merasa tidak bisa lagi berdiam diri. Pemerkosaan ini tidak bisa terus berlanjut, dan pemerkosa tidak bisa bebas dari hukuman. Sesuatu harus berubah, ” kata Saima Ajmeri.

Protes yang sebagian besar dipimpin oleh kaum perempuan itu meletus setelah sebuah video beredar pada bulan ini.

Dalam video tersebut terlihat beberapa pria menelanjangi dan menyerang seorang wanita di distrik selatan Noakhali.

Baca Juga: Ormas Islam Akan Serbu Istana Besok, Lemkapi: Unjuk Rasa Jangan Sampai Anarkis

Dalam pernyataannya, wanita itu mengatakan dia pertama kali diperkosa oleh salah satu pelaku dengan todongan senjata tahun lalu. 

Selama setahun, dia selalu diancam dengan senjata oleh pelaku, dia juga diancam akan diperkosa ramai-ramai jika dia melawan keinginan pelaku.

Namun akhirnya dia pun diperkosa beramai-ramai oleh pria itu dan sejumlah rekannya pada 2 September 2020 lalu.

Baca Juga: Permudah Pelacakan, FKM UI Sarankan Pelaku Usaha Wajib Gunakan Buku Tamu di Masa PSBB Transisi

Para pelaku juga membuat video pemerkosaan tersebut untuk memeras wanita itu demi uang, dan juga untuk menyetujui hubungan seksual dengan kelompok tersebut.

Tapi wanita itu menolak, dan para pelaku akhirnya mengunggah video tersebut di media sosial. Akibatnya, aksi unjuk rasa pun pecah dan delapan orang berhasil ditangkap sehubungan dengan kasus tersebut.

Menurut kelompok hak asasi manusia Ain-o-Salish Kendra (ASK), hampir 1.000 kasus pemerkosaan telah terjadi di Bangladesh selama Januari hingga September tahun ini, dengan seperlima dari kasus tersebut merupakan kasus pemerkosaan beramai-ramai.

Baca Juga: Cek Fakta: Video Ini Disebut Jadi Bukti Demo Tolak UU Cipta Kerja Adalah Aksi Bayaran

Lalu antara April hingga Agustus, ketika dunia diguncang pandemi Covid-19, setiap harinya sebanyak empat wanita mengalami pemerkosaan di Bangladesh.

Selain itu, banyak kasus pemerkosaan di Bangladesh tidak dilaporkan karena para korban takut mendapat stigma buruk dari masyarakat.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x