#StopBeliEsKrimAice Trending di Twitter, F-Sedar Soroti Perlakuan Terhadap Buruh di Pabrik Aice

- 25 Oktober 2020, 20:12 WIB
Buruh melakukan aksi di depan pabrik es krim Aice.
Buruh melakukan aksi di depan pabrik es krim Aice. /Twitter/@MazdamV/

PR BEKASI – Permasalahan buruh pekerja di PT Alpen Food Industry (PT AFI) yang merupakan produsen dari es krim merek Aice, tampaknya masih belum menemukan titik terang.

Hal itu terlihat dari tagar penolakan terhadap es krim Aice, yang kembali naik dan menempati trending di media sosial Twitter.

Setelah sebelumnya warganet juga telah beberapa kali menaikkan tagar untuk memboikot es krim dengan harga yang terkenal murah tersebut, pada hari Minggu, 25 Oktober 2020, hari ini tagar tersebut kembali muncul.

Baca Juga: Tidak Banyak yang Tahun, Dua Tempat di Asia Tenggara Ini ternyata Jarang Tersentuh Manusia

Kali ini tagar #StopBeliEsKrimAice digunakan oleh warganet untuk menunjukkan kekecewaan mereka terhadap perlakuan yang dinilai tidak manusiawi kepada buruh pabrik es krim Aice yang terletak di Cikarang Barat, Bekasi tersebut.

Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) selaku federasi yang menaungi Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia PT Alpen Food Industry (SGBBI PT AFI) memberikan penjelasan mengenai permasalahan hubungan industrial antara pihak pekerja dengan pengusaha PT AFI.

Permasalahan pertama yakni mengenai penurunan upah karena PT AFI menggunakan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 1520 yaitu makanan yang terbuat dari susu, tetapi diubah menjadi KBLI es krim pada tahun 2017.

Hal tersebut menyebabkan nilai upah buruh mengalami penurunan, dari upah sektor II, menjadi upah minimum Kabupaten (UMK).

Baca Juga: Khabib Nurmagomedov Pensiun demi Mendiang sang Ayah, McGregor Ungkap Hal Ini

"Jika mengacu pada upah minimum tahun 2019, maka buruh kehilangan upah sebesar Rp280 ribuan," tutur asisten advokat F-Sedar Sarinah, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs resmi F-Sedar.

Pada tahun 2019, upah yang berlaku di PT AFI adalah UMK ditambah Rp10.000.

Kemudian, sejak tahun 2018, buruh di pabrik es krim Aice mengalami berbagai mutasi, dan bahkan demosi.

Baca Juga: PEM Akamigas Selaraskan Pendidikan Selaras dengan Kebutuhan Dunia Industri

Pemindahan tersebut dilakukan secara sepihak, dan seringkali ditempatkan di posisi yang lebih berat, yakni ke bagian produksi.

Ada pula yang didemosi setelah mengikuti aksi mogok, sehingga upah dan tunjangannya diturunkan.

"Pengusaha tidak peduli buruh memiliki penyakit tertentu, misalnya endometriosis yang diidap oleh saudari Er," ujar Sarinah.

Baca Juga: PSBB Transisi Diperpanjang hingga Dua Pekan, Polda Metro Jaya Kembali Tiadakan Ganjil Genap

"Dia tetap dipindahkan beberapa kali, hingga ke bagian produksi yang semakin memperburuk kondisinya. Upahnya pun diturunkan," tuturnya menambahkan.

Sarinah mengungkapkan bahwa serikat bukan menolak perintah kerja, tetapi mutasi seharusnya dibicarakan terlebih dahulu, diberikan pelatihan yang memadai, serta diberikan surat tugas baru secara tertulis secara langsung ke pekerja.

Permasalahan lain yang paling menjadi perbincangan di kalangan warganet, yakni mengenai buruh perempuan hami dipekerjakan pada malam hari.

Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Kasus Covid-19, Anies Baswedan Umumkan PSBB Transisi Diperpanjang Mulai Besok

Sepanjang tahun 2019, terjadi 13 kasus keguguran dan 5 kematian bayi sebelum dilahirkan. Kasus bertambah menjadi satu kasus keguguran, dan satu kasus kematian bayi pada awal tahun 2020.

Sampai minggu ini, F-Sedar mengungkapkan data mengenai total kasus keguguran, yakni sebanyak 21 kasus.

Salah satu permaslahannya adalah buruh perempuan hamil tidak dapat mengambil kerja non-sif, karena dipersulit dengan syarat harus ada keterangan dari dokter spesialis kandungan, serta harus ada kelainan kandungan.

Baca Juga: Museum Sejarah Nabi Muhammad dan Peradaban Islam Akan Segera Dibangun di Jakarta

"Sebelum mengambil cuti melahirkan, buruh diminta membuat pernyataan ditulis tangan dengan materai, yang salah satu isinya adalah tidak akan menuntut kepada perusahaan di kemudian hari, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," tutur Sarinah.

Permasalahan kondisi kerja buruh perempuan hamil tersebut pun telah dilaporkan kepada pengawasan dan Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan).

Kemudian, pada pemogokan di akhir tahun 2017, pengusaha melakukan diskriminasi dengan memberikan bonus kepada pekerja yang tidak melakukan mogok, sebesar Rp1 juta per orang.

Baca Juga: Tahu Rumahnya Akan 'Dirusak', Seekor Komodo Ini Hadang Truk Pembangunan ‘Jurassic Park’

Tetapi, bonus tersebut dibayarkan berupa cek yang diberikan oleh Komite Distributor Aice Liliana Gao, dan ketika akan dicairkan justru resi cek itu tidak terdaftar.

"Kami berusaha mengonfirmasi kepada pihak perusahaan, dia mengatakan perusahaan pembayar sudah tutup," ujar Sarinah.

Nasib buruh kontrak pun dinilai bertentangan dengan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor 100 tahun 2004.

Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Kembali Perpanjang PSBB Transisi hingga 8 November 2020

Hal itu adalah karena buruh dipekerjakan di bagian produksi yang bersifat tetap, bersama dengan karyawan tetap.

"Kasus ini sekarang sedang dalam proses mediasi, dan pengusaha tidak pernah menghadiri dua kali panggilan mediasi," tutur Sarinah.

Terakhir, mengenai nasib buruh outsourcing dari Jawa Timur, yang ditempatkan di penampungan yang dihuni sekitar 40 pekerja.

Baca Juga: Sebut NU Bukan Padanan Gus Nur, Andie Arief: Saya Percaya Gus Nur Akan Dimaafkan

Kondisi rumah terdiri dari dua kamar tidur dan satu kamar mandi, pekerja pun hidup berhimpit-himpitan serta kondisi makanan yang tidak layak.

Penggunaan buruh alih daya tersebut juga bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 65 dan 66 UU Ketenagakerjaan jo. Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 19 tahun 2012.

Peraturan tersebut mengatur penggunaan pekerja alih daya, hanya diperbolehkan di bagian penunjang. Namun, kenyataannya buruh outsourcing dipekerjakan di bagian produksi utama.

Menanggapi hal tersebut, tim Pikiranrakyat-Bekasi.com mencoba menghubungi pihak PT Alpen Food Industry (AFI). 

Namun pihak perusahaan tidak memberikan keterangaan saat dihubungi pada Senin, 26 Oktober 2020 pukul 16.15 WIB.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: F-SEDAR


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x