Polri Ancam Kegiatan Front Persatuan Islam di Seluruh Indonesia, Refly Harun: Ini Agak Aneh Rasanya

6 Januari 2021, 14:08 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun yang mengomentari ancaman Polri terhadap Front Persatuan Islam. //ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

PR BEKASI - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tegas mengancam akan membubarkan seluruh kegiatan Front Persatuan Islam (FPI) di seluruh daerah di Indonesia yang belakangan sudah mulai mendeklarasikan organisasi baru tersebut.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono menegaskan bahwa Front Persatuan Islam sudah tidak memiliki legalitas dan payung hukum.

Oleh karena itu menurutnya, polisi diperbolehkan untuk membubarkan organisasi tersebut jika melakukan kegiatan di setiap wilayah.

Baca Juga: Soal Drone 'Misterius' di Laut Indonesia, DPR: TNI Segera Perkuat Pengawasan Bawah Laut 

"Jika tidak mendaftarkan artinya di sini ada kewenangan dari pemerintah untuk bisa melarang dan membubarkan," ujar Rusdi.

Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara Refly Harun mengaku merasa aneh dengan sikap yang diambil pihak kepolisian tersebut.

"Ini agak aneh rasanya kalau kita belajar hukum, terutama hukum tata negara yang terkait dengan konstitusi dan hak asasi manusia," ucapnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun, Rabu, 6 Januari 2021.

Padahal menurutnya, MK sudah memberi putusan bahwa di Indonesia terdapat dua jenis organisasi massa (ormas), yaitu ormas berbadan hukum dan tidak berbadan hukum

Baca Juga: Sebut Covid-19 Masih Eksis di 2021, Marzukie Ali: Segera Saja Setop PSBB, Hidup dengan Cara 3M 

"Ormas yang tidak berbadan hukum itu ada dua juga, ormas yang terdaftar di Kemendagri dengan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan ormas yang tidak mendaftar atau tidak terdaftar," tuturnya.

Oleh karena itu, Refly Harun meminta aparat keamanan harus paham tentang seluk-beluk ormas di Indonesia.

"Legalitasnya bukan dari penguasa, karena itu adalah HAM, sudah melekat kepada warga negara dan warga negara berhak setiap saat berserikat dan berkumpul, termasuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan," ucapnya.

Namun, jika ormas tersebut sudah terbukti mengganggu ketertiban masyarakat, keamanan, dan melanggar hukum, maka ia menegaskan, aparat penegak hukum berhak untuk membubarkan kegiatan ormas tersebut.

Baca Juga: Terkait Keamanan Vaksin Sinovac, BPOM: Cukup Aman, Tidak Ada Efek Samping Serius 

"Jadi, tidak bisa aparat kepolisian ujug-ujug membubarkan sebuah kegiatan ormas, walaupun ormas itu belum mendaftar di Kemendagri," tuturnya.

"Kalau hanya ingin berkumpul, melakukan kegiatan tanpa berpikir bantuan dari negara, maka tidak perlu mendaftar, tidak perlu mendapatkan SKT," sambungnya.

Pernyataannya tersebut juga didukung oleh aturan baru MK yang menyatakan bahwa tidak terdaftar bukan berarti kemudian bisa dibubarkan.

"Karena sekali lagi, eksistensi semua ormas itu tidak digantungkan dengan ada tidaknya pengakuan dari negara, melainkan dari kegiatan atau aktivitas ormas itu sendiri," ucapnya.

Baca Juga: Lagi, Benda Diduga Serpihan Pesawat Milik China Ditemukan di Perairan Indonesia 

Refly Harun juga berharap kepada aparat keamanan agar bisa memahami secara matang tentang konstitusi dan HAM.

"Supaya aparat tidak menggunakan bahasa kekuasaan untuk melakukan tindakan-tindakan yang justru bisa dikatakan melanggar hukum, HAM dan konstitusi," tuturnya.

Ia juga meminta kepada pemerintah ke depannya agar tidak lagi membubarkan sebuah ormas tanpa proses hukum yang jelas, walaupun UU memungkinkan hal tersebut.

Namun menurutnya, UU yang memungkinkan hal tersebut UU No. 16 Th. 2017 adalah sebuah produk otoriter.

Baca Juga: Terkait 'FPI Baru', Ahmad Sahroni: Kalau Pengurusnya Sama, Hanya Beda Nama Harus Ditolak 

"Saya nilai sebagai produk yang otoriter yang hanya memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada pemerintah tanpa prinsip keseimbangan, tanpa kontrol, kontrolnya justru di belakang setelah organisasinya dimatikan itu namanya tidak masuk akal," ucapnya.

Jadi Refly Harun berharap sekali lagi, hal tersebut bisa dipahami oleh jajaran keamanan agar tidak muncul bentrok terus menerus di tengah masyarakat.

"Agar tidak muncul bentrokan terus menerus di masyarakat yang justru dipicu sendiri oleh aparat keamanan yang berlaku represif terhadap kelompok masyarakat yang akan melakukan kegiatannya dan menggunakan atau menunaikan haknya sebagai warga negara," tutup Refly Harun.

Sebelumnya Jenderal Rusdi telah menyampaikan, jika Front Persatuan Islam (FPI) berencana membentuk sebuah organisasi kemasyarakatan, maka harus mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku di dalam Undang-undang (UU) Ormas.

Baca Juga: Minta Pemerintah Setop PSBB, Marzuki Alie: PSBB Buat Keluarga Miskin Baru, Malas, dan Tak Produktif 

"Tentunya kalau ingin diakui menjadi Ormas, mereka harus mengikuti aturan sesuai dengan UU Keormasan," ucap Rusdi.

Perlu diketahui juga, setelah FPI lama dibubarkan oleh pemerintah pada 30 Desember 2020, sejumlah massa mantan FPI lama tersebut justru melakukan deklarasi di sejumlah wilayah di Indonesia, seperti, Lampung, Makassar, Banten, Ciamis, dan Kalimantan Timur.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler