Dianggap Publik Mudah Jerat Siapapun, Politisi PDI P Tegaskan Tak Ada Pasal 'Karet' UU ITE

16 Februari 2021, 14:36 WIB
Politisi PDI Perjuangan TB Hasanuddin mengatakan bahwa ada dua pasal dalam UU ITE yang dianggap pasal "karet". /Dok. DPR/DPR RI

PR BEKASI – Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ditegaskan tidak ada pasal "karet".

Hal tersebut dikatakan oleh politisi PDI Perjuangan, T.B. Hasanuddin pada Selasa, 16 Februari 2021 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19/2016.

Anggota Komisi I DPR RI tersebut mengatakan ada dua pasal yang dianggap publik sebagai pasal karet dalam UU ITE tersebut.

Baca Juga: Palestina Tuduh Israel Tahan 2.000 Dosis Vaksin Covid-19 untuk Gaza

Baca Juga: JK Akui Diserang Telah Buzzer, Ferdinand Hutahaean: Wajar, Kecuali Bapak Bicara di Kamar Mandi

Baca Juga: Dukung Revisi UU ITE, Mardani Ali: Karena Sering Dipakai untuk Bungkam Suara Pengkritik Pemerintah

Dua pasal tersebut adalah Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2) yang oleh para penegak hukum harus dipahami dengan menggunakan hati nurani dengan sungguh-sungguh dalam penerapan pasal-pasal tersebut.

"Kalau dicampur adukan antara kritik dan ujaran kebencian, saya rasa hukum di negara ini sudah tidak sehat lagi," katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Ia mengatakan bahwa Pasal 27 Ayat (3) adalah pasal tentang penghinaan dan pencemaran nama baik. Diakuinya pasal tersebut sempat menjadi perdebatan.

Baca Juga: Polemik Rumah Tangganya Mencuat di Media, Persija Resmi Sanksi Alfath Faathier

Namun, dia menegaskan bahwa Pasal 27 tersebut sudah mengacu dan sesuai dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Pasal 27 Ayat (3) ini acuannya KUHP Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik dan menista orang lain, baik secara lisan maupun tulisan," kata T.B. Hasanuddin.

Politikus PDI Perjuangan itu menyebutkan pula Pasal 28 Ayat (2) tentang menyebarkan kebencian pada orang atau kelompok orang berdasarkan pada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Baca Juga: Heran UU ITE Disebut Tidak Baik, Mahfud MD: Bagaimana Baiknya lah, Ini kan Demokrasi

Ia menilai kedua pasal tersebut, yaitu Pasal 27 dan Pasal 28, harus dipahami para penegak hukum agar tidak salah dalam penerapannya.

"Apalagi, Pasal 27 itu sifatnya delik aduan, mereka yang merasa dirugikan dapat melapor dan pelapornya harus yang bersangkutan bukan orang lain," katanya.

Dalam menerapkan Pasal 27 Ayat (3) harus dibedakan antara kritik terhadap siapapun dengan ujaran kebencian dan penghinaan.

Baca Juga: Lima Tips Aman Riding Saat Musim Penghujan, Salah Satunya Pemilihan Warna dan Model Jas Hujan

T.B. Hasanuddin menilai penegak hukum harus memahami secara sungguh-sungguh. Masalahnya, kalau dicampur adukan antara kritik dan ujaran kebencian, hukum di negara ini sudah tidak sehat lagi.

Ia juga menggarisbawahi penerapan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE juga harus hati-hati dan selektif karena sangat penting untuk menjaga keutuhan NKRI yang berkarakter Bhinneka Tunggal Ika.

"Multitafsir atau penafsiran berbeda dapat diminimalisasi dengan membuat pedoman tentang penafsiran hukum kedua pasal ini secara komprehensi," katanya.

Baca Juga: Dukung Revisi UU ITE, Abdul Mu'ti: Dalam Pelaksanaanya Hanya Dijadikan Alat Politik Kekuasaan

"Kedua pasal ini pernah dua kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk judicial review dan hasilnya tidak ada masalah," sambung T.B. Hasanuddin.

Namun, dia mempersilahkan apabila UU ITE harus direvisi, misalnya dengan membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal dalam UU tersebut.

T.B. Hasanuddin mengajak masyarakat untuk bijak dalam menggunakan media sosial karena kritik membangun adalah sah untuk dilakukan dan dilindungi UU.

Baca Juga: Warganet Tunjukkan Foto Adegan Intim, KPI Beri Sanksi untuk Sinetron 'Buku Harian Seorang Istri'

"Namun, jangan mencampuradukkan kritik dengan ujaran kebencian, apalagi penghinaan yang berujung laporan kepada polisi." katanya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler