Dana Jiwasraya Dituding untuk Kampanye, Ketua Serikat Pekerja BUMN: Itu Fitnah, Jokowi Hanya Sial

26 Juni 2020, 07:30 WIB
Kantor Pusat Jiwasraya di Jakarta. /

PR BEKASI - Kasus dugaan korupsi di BUMN PT Asuransi Jiwasraya kembali disidangkan pada Rabu, 24 Juni 2020 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Pada kesempatan tersebut, Majelis Hakim menolak seluruh nota keberatan atau eksepsi dua terdakwa yakni Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro alias Bentjok dan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo.

Penolakan dalam persidangan terjadi karena menurut Hakim, keberatan terdakwa dan penasihat hukumnya, salah satunya mengenai perkara masuk ranah UU Pasar Modal, telah masuk ke dalam pokok perkara. Hakim pun menilai dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah lengkap, cermat, dan jelas.

Baca Juga: Angka Kematian Meroket, Beredar Foto Diduga Mayat Covid-19 di Brasil yang Dibungkus Kantong Plastik 

Selain Bentjok dan Hary, masih ada empat terdakwa dalam kasus ini. Mereka adalah Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Direktur Utama PT AJS (2008-2018) Hendrisman Rahim, Kepala Divisi Investasi (2008-2014) Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Semuanya didakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tidak hanya itu, Bentjok pun didakwa melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp 10 miliar.

Berdasarkan putusan dalam persidangan tersebut, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu, Arief Poyuono menilai bahwa dugaan aliran dana kampanye Jokowi pada saat Pilpres 2019 oleh beberapa pihak adalah sebuah fitnah.

Baca Juga: Cek Fakta: MPR dan KPU Dikabarkan Sepakat Jabatan Jokowi Sebagai Presiden Diperpanjang Sampai 2027 

"Dengan masuk persidangan, maka tuduhan yang selama ini dilancarkan oleh pihak lawan-lawan Jokowi terbantahkan. Misalnya ada tuduhan duit Jiwasraya mengucur ke kampanye Jokowi, kini hanya jadi fitnah semata," ucap Arief Poyuono dalam keterangan pers yang diterima RRI dan dikutip oleh Pikiranrakyat-bekasi.com.

Arief Poyuono, yang juga bagian dari pendukung Jokowi, mengacungi jempol atas kinerja Kejaksaan Agung yang berhasil mengungkap sejumlah temuan baru.

Tidak hanya mengatakan kasus Jiwasraya sebagai bentuk fitnah terhadap Jokowi, Arief menilai kini yang perlu dibongkar adalah dosa lama Jiwasraya yang ditimpakan pada Pemerintahan Jokowi.

"Kesimpulannya, Pemerintahan Jokowi hanya bernasib sial," Poyuono.

Baca Juga: Gunakan Modus Mandi Kembang, 4 Wanita di Depok Terjerat Rayuan Dukun Cabul 

Lebih lanjut Arief mengatakan bahwa pada tahun 2008, saat pergantian direksi, posisi keuangan Jiwasraya sudah minus Rp 5,7 Trilliun. Artinya Jiwasraya sudah rugi sebelum tahun 2008, sebelum direksi baru waktu itu diangkat.

"Namun anehnya mengapa Kejaksaan melokalisir kasus Jiwasraya hanya di periode 2008-2018? Mengapa sebelum tahun 2008 tidak diusut?," ujar Arief heran.

Menurut Arief, sebagai institusi hukum yang profesional, harusnya Kejaksaan mengusut tuntas mulai kapan kerugian Jiwasraya timbul karena faktanya kerugian yang diwariskan sebelum 2008 itulah yang menjadi penyebab modus gali lobang-tutup lobang oleh direksi 2008-2018.

Baca Juga: PDI Perjuangan Tempuh Jalur Hukum Usai Benderanya Dibakar Massa, Arsul Sani: Sudah lah Maafkan Saja 

"Bukankah direksi 2008-2018 bagian cuci piring kotor? Yang kemudian juga ditimpakan pada Pemerintahan Jokowi, mengapa kerugian sebelum 2008 tidak diusut? Jika Kejaksaan hanya melokalisir kasus ini pada kisaran 2008-2018 maka sangatlah wajar kalau ada kecurigaan ada 'deal' karena kerugiaan sebelum 2008 tidak dibongkar," tambahnya.

Arief kemudian mengingatkan bahwa nama Bakrie Group disebut-sebut dan diduga menikmati investasi Jiwasraya pada waktu itu. Hal tersebut sebagaimana dalam Laporan Utama Majalah TEMPO edisi 8 Maret 2020 lalu.

Pada Kamis, 25 Juni 2020, Kejaksaan Agung kembali menetapkan tersangka baru yakni Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi dan 13 perusahaan Manajer Investasi (MI).

Baca Juga: Misteri Bayi Kembar Tiga yang Dinyatakan Positif Corona Meski Orang Tuanya Negatif 

Perusahaan manajer investasi yang terseret kasus megakorupsi PT Jiwasraya yaitu:

1. DMI (PT Dhanawibawa Manajemen Investasi atau Pan Arkadia Capital);

2. OMI (PT OSO Manajemen Investasi);

3. PPI (PT Pinnacle Persada Investasi);

4. MD (PT Milenium Danatama);

5. PM (PT Prospera Asset Management);

6. MNCAM (PT MNC Asset Management);

7. MAM (PT Maybank Asset Management);

Baca Juga: Terlahir Cacat Hanya dengan Setengah Badan, Zion Clark Tak Putus Asa Menjadi Pegulat Profesional 

8. GC (PT GAP Capital);

9. AM (PT Jasa Capital Asset Management);

10. PA (PT Pool Advista);

11. CC (PT Corfina Capital);

12. TII (PT Trizervan Investama Indonesia); dan

13. SAM (PT Sinarmas Asset Management).

Semua tersangka baru disangkakan dengan Pasal 2 subsider pasal 3 UU 31 10ng jo uu 20 tahun 2001 tentang Tipikor.

Total kerugian negara akibat kasus Jiwasraya diduga mencapai Rp 16,81 triliun. Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), 13 perusahaan manajer investasi tersebut menyumbang kerugian negara sebesar Rp 12,15 triliun.***

 
Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler