Pekerja yang Meninggal Dunia Tidak Diberi Pesangon, Refly Harun: Hanya Iblis yang Membuat UU Begini

7 Oktober 2020, 09:29 WIB
Refly Harun. /

PR BEKASI - Undang-Undang Cipta Kerja resmi disahkan pada tanggal 5 Oktober kemarin oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah.

Di dalamnya, Naskah Akademik Omnibus Law RUU Cipta Kerja, terdapat 11 klaster yang masuk ke dalam Undang-undang.

Dari belasan klaster tersebut, ada satu klaster yang disoroti buruh, yaitu klaster ketenagakerjaan.

Baca Juga: Kecewa Omnibus Law Disahkan, Warganet Ramai-ramai Unggah Formulir Pendaftaran Sunda Empire

Menanggapi hal itu, Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun mengungkapkan kekesalan dan rasa tidak setujunya terhadap poin-poin pada klaster ketenagakerjaan tersebut melalui kanal YouTubenya.

Perlu diketahui, Refly juga merupakan seorang pengamat politik Indonesia. Ia pernah ditunjuk oleh Mahfud MD sebagai Ketua Tim Anti Mafia Mahkamah Konstitusi setelah ia mensinyalir adanya mafia hukum di Mahkamah Konstitusi.

Berikut poin-poin RUU Cipta Kerja yang disorot Refly Harun.

Baca Juga: Krisdayanti Akui UU Ciptaker Bukan untuk Manjakan Pengusaha dan Investor

1. Upah didasarkan per satuan waktu, ketentuan ini membuka ruang adanya upah per jam, ketika upah dibayarkan per jam, maka otomatis upah minimum akan hilang.

"Di Amerika Serikat (AS) orang senang dibayar perjam, bahkan per jamnya bisa US$50 atau sekitar Rp730,000 , karena itu negara-negara maju suka dia perjam, tapi kita? kalo perjam berat ya," ucapnya.

2. Upah minimum hanya didasarkan pada UMP. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (USMK) dihapus.

Baca Juga: Terawan Diminta Mundur Oleh Publik, DPR: Sabar, Beri Kesempatan Agar Lebih Fokus Tangani Pandemi

"Ini tentu merugikan buruh, karena UMP cenderung lebih kecil dibandingkan UMK, dengan menghilangkan UMK maka menghilangkan buruh, pekerja untuk mendapatkan UMP yang lebih besar," tuturnya.

3. Sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum dihilangkan.

"Kalaupun upah minimum ditetapkan dan pengusaha membayar di bawah upah minimum maka tidak ada sanksi pidana, jadi bisa dibayangkan betapa mandulnya regulasi UMP tersebut," kata Refly Harun.

Baca Juga: Siap Pasang Badan untuk Najwa Shihab, dr. Tirta: Siapa Lagi yang Berani Bersuara Kalau Begini?

4. Tidak ada denda bagi pengusaha yang terlambat membayar upah.

"Tidak ada keinginan pengusaha untuk membayar upah tepat waktu, kenapa? karena tidak ada sanksinya," ucapnya.

5. Pekerja yang di PHK karena mendapatkan surat peringatan ketiga tidak lagi mendapatkan pesangon.

Baca Juga: Tak Penuhi Syarat, Berkas Perkara Kasus Narkoba Cathrine Wilson Dikembalikan Penyidik

"Luar biasa ini, pengusaha dalam hal ini bisa saja mengarang untuk memberikan SP 1,2 dan 3, dan ketika peringatan tiga dijatuhkan lalu buruh di PHK tidak ada kewajiban membayar pesangon," tuturnya.

6. Pekerja yang mengundurkan diri tidak mendapatkan apa-apa

"Dengan omnibus law ini uang pisah itu mungkin tidak akan ada lagi, padahal dulu saja kadang pengusahanya nakal, pernah dia mengatakan, kami tidak ada kewajiban apa-apa membayar, kan anda mengundurkan diri. Buruh yang paham akan hal tersebut akan menuntun uang pisah tersebut," tuturnya.

Baca Juga: Sakit Hati Jadi Motif Pelaku Pembunuhan Pemulung di Bekasi

7. Pekerja yang di PHK karena terjadi perubahan status, penggabungan atau perubahan kepemilikan perusahaan tidak lagi mendapatkan pesangon.

"Jadi kalo caranya untuk mem PHK tanpa pesangon cukup melakukan integrasi perusahaan, jadi kalo ada sister company yang ingin merger atau akuisisi, maka ketika buruh atau pekerjanya harus di PHK karena merger tersebut, tidak ada kewajiban untuk memberikan pesangon," ucapnya.

8. Pekerja yang di PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama dua tahun atau keadaan memaksa (force majeure) tidak lagi mendapatkan pesangon.

Baca Juga: Tiga Penemu Teori Black Hole Menangi Nobel Fisika 2020, 50 Tahun Jawab Keraguan Albert Einstein

9. Pekerja yang di PHK karena perusahaan pailit tidak lagi mendapatkan pesangon.

"Lagi-lagi masalah, kita tahu bahwa perusahaan yang pailit harus membayar kewajiban terlebih dahulu kepada pihak ketiga, jadi sekarang tidak ada kewajiban kepada buruh atau pekerja sebagai pihak ketiga, jadi yang akan dientertain barangkali para investor, mereka yang memiliki piutang terhadap perusahaan yang pailit tersebut," tuturnya.

10. Pekerja yang meninggal dunia kepada ahli warisnya tidak lagi diberikan sejumlah uang sebagai pesangon.

Baca Juga: Eddie Van Halen, Gitaris Legendaris Dunia Keturunan Indonesia Meninggal Dunia

"kalau ini sih zalim ya, padahal kita tahu bahwa kematian itu sendiri sudah duka bagi ahli waris, tapi perusahaan tidak ada kewajiban memberikan pesangon, padahal bisa jadi dia meninggal dunia karena sedang menjalankan tugasnya," katanya.

11. Pekerja yang di PHK karena memasuki usia pensiun tidak lagi mendapatkan pesangon.

"Waduh, lama-lama buruh hanya diperas, kalau kita bayangkan ketika di PHK tidak perlu atau ada pesangon, ini masalah yang luar biasa," ucapnya.

Baca Juga: Aksi Turun ke Jalan Dianggap Tidak Relevan, Menaker Ida Fauziyah Kembali Ajak Pekerja Duduk Bersama

13. Pekerja yang di PHK karena sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja ketika di PHK tidak lagi mendapatkan pesangon.

"Wah ini zalim sekali ini ya, saya kira hanya kalo kita lihat poin-poin ini, hanya iblis saja barangkali yang membuat UU seperti ini, karena ini jelas-jelas sekali sangat tidak memanusiakan pekerja, bayangkan betapa lemahnya posisi pekerja," tuturnya.

15. Membebaskan kerja kontrak di semua jenis pekerjaan.

 Baca Juga: 100 Paket Besar Ganja di Amankan Polres Payakumbuh, Penangkapan Sempat Diwarnai Drama

"Padahal ada putusan MK yang mengatakan, kalau dia kerja terus menerus (sustainable) di perusahaan tersebut, itu tidak boleh dikontrak, kita tahu bahwa putusan MK itu sendiri tidak diikuti perusahaan, posisi pekerja saat ini saat lemah, bahaya," ucapnya.

16. Outsourcing bebas dipergunakan di semua jenis pekerjaan dan tidak ada batas waktu.

"Kalo saya pengusaha saya pasti senang, masalahnya kita negara yang belum mencapai level negara yang maju," katanya.

 Baca Juga: Irwan Fecho: Saya Hanya Bicara 2 Menit, Kalau Ada yang Bilang Mic Mati Setelah 5 Menit, Itu Ngarang!

17. Kewajiban TKA untuk memahami budaya Indonesia hilang. Dengan demikian, TKA tidak diwajibkan bisa berbahasa Indonesia.

"Ini jangan-jangan ada sponsor asing, sponsor dari Cina kemungkinan, tidak perlu mereka punya kemampuan minimum untuk berkomunikasi," ucapnya.

Kalau bicara tentang UU ketenagakerjaan yang sudah ada, ada pasal-pasal yang melindungi buruh, tapi nyatanya dalam praktek di lapangan sering sekali dilanggar, dan buruh atau pekerja tidak punya daya tawar sehingga pelanggaran-pelanggaran terhadap hak pekerja jamak terjadi.

 Baca Juga: Balas Surat Terbuka Menaker Ida, Jumisih: Sejarah Kegelapan Dunia Kerja Akan Semakin Pekat Bu!

Dengan omnibus law ini bisa jadi tidak ada lagi pelanggaran hak-hak pekerja, karena semua hak itu sudah dicabut dengan omnibus law ini.

"Saya heran pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, mengapa muncul UU seperti ini. Tapi ternyata UU ini masuk terlalu jauh, yaitu merenggut hak-hak buruh," tuturnya.***

Selengkapnya cek YouTube Pikiran Rakyat

 

Editor: Puji Fauziah

Tags

Terkini

Terpopuler