Komentari Konvoi Koopsus TNI di Markas FPI, Mantan Pangdam Jaya: Kita Belum Segenting Itu

- 23 November 2020, 20:24 WIB
 Sutiyoso (kiri) buka suara terkait konvoi Koopsus TNI di Markas FPI serta pencopotan baliho (kanan).
Sutiyoso (kiri) buka suara terkait konvoi Koopsus TNI di Markas FPI serta pencopotan baliho (kanan). /Pikiran-Rakyat.com/Kolase foto dari ANTARA/Aprillio Akbar dan Instagram @h_sutiyoso

PR BEKASI - Telah beredar di sosial media rekaman video amatir yang menampilkan iring-iringan kendaraan taktis milik pasukan elite Koopsus TNI mendekat markas Front Pembela Islam (FPI), Jalan Petamburan, Jakarta.

Sejumlah kendaraan taktis itu pun sempat berhenti di depan markas FPI, Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat.

Menanggapi hal tersebut, Mantan Panglima Kodam Jaya (Pangdam Jaya) Letjen (Purn) Sutiyoso, menyampaikan pandangannya tentang iring-iringan kendaraan taktis Koopsus TNI di markas FPI.

Baca Juga: Cek Fakta: Mahathir Mohamad Dikabarkan Sebut Pelajaran di Indonesia Terlalu Banyak Belajar Agama

Menurutnya, iring-iringan tersebut masih belum diperlukan sebab keadaan negara tidak genting.

"Apalagi sampai mengerahkan Pasukan Khusus. Pasukan khusus itu amat-amat barang mahal. Itu hanya ditugaskan kepada sebuah sasaran yang niscaya tidak bisa dilakukan satuan lain. Itu pasukan khusus maju. Saya pikir kita belum segenting itu," tutur Sutiyoso dalam kanal YouTube TV One, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Senin, 23 November 2020.

Mantan Pangdam Jaya tersebut menjelaskan, Pangdam Jaya adalah salah satu unsur yang bertanggungjawab di DKI Jakarta, selain Gubernur DKI Jakarta dan Kapolda Metro Jaya.

Baca Juga: Ingin Perbaiki Kualitas SDM, Tjahjo Kumolo Beberkan 4 Ancaman yang Harus Dihadapi ASN

Sutiyoso menegaskan, tindakan TNI itu mesti terukur. Menurut dia, pengerahan TNI merupakan langkah terakhir penyelesaian jika Satpol PP tidak bisa menyelesaikannya.

"Baliho itu kan ada perda-nya. Tempatnya di mana, ukuran mana, pajak berapa, itu kan tidak bisa sembarangan. Kalau itu salah ya diturunkan. Itu sudah cukup Satpol PP," ujar Sutiyoso.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu kemudian mengungkap pengalamannya saat menjabat Pangdam Jaya pada 1996.

Baca Juga: Tidak Ingin seperti Arab Spring, Tokoh Muda NU Ingatkan Bahaya Medsos sebagai Alat Propaganda

Pada saat itu, terjadi peristiwa 27 Juli 1996 atau yang dikenal Kudatuli. Sebagai Pangdam Jaya, saat itu dia dapat instruksi dari Panglima ABRI Jenderal Feisal Tanjung untuk mengambil alih karena Polda Metro Jaya sudah tidak sanggup.

"Kalau sudah dan gagal semua, katakan tidak tembus semua baru lah TNI ambil alih. Dan itu sudah ada contohnya saat saya Panglima itu peristiwa 27 Juli. Daerah Polda sudah dianggap tak sanggup lagi maka panglima memerintahkan saya ambil alih. kan itu ceritanya," kata Sutiyoso.

Sutiyoso juga menambahkan, penindakan yang dilakukan pertama-tama adalah cara soft-power atau operasi penggalangan berupa sosialisasi. Akan tetapi, jika cara soft-power tidak bisa maka dilakukan cara keras tapi tetap terukur sesuai aturan.

Baca Juga: Diam-Diam PM Israel Adakan Pertemuan Rahasia dengan Putra Mahkota Arab Saudi

"Kalau tak tembus baru kita melakukan penggalangan dengan cara-cara keras. Tentu cara keras yang saya maksud itu dengan terukur sesuai hukum yang berlaku itu seperti apa." ucap Sutiyoso.***

Editor: Ikbal Tawakal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x