Menurut Jusuf Kalla, dosen berstatus ASN diperbolehkan menggunakan kemampuan akademiknya selama tidak melanggar peraturan dan perundangan yang berlaku.
Baca Juga: Tanggul Kali Bekasi di Pondok Gede Permai yang Amblas Akan Diperbaiki Mulai Malam Ini
Karena itu tindakan kritik oleh Din Syamsudin dianggapnya, masuk dalam kategori profesi dan tidak melanggar etika ASN, hal berbeda jika kritik dilakukan oleh pejabat atau pihak pemerintahan seperti kementerian.
"Di UI, contoh saha Faisal Basri, dia kan selalu mengkritik pemerintah. Tidak apa-apa, dia profesional. Jadi bukan melanggar etika ASN. Kalau seorang dirjen mengkritik pemerintah, itu baru salah," kata Jusuf Kalla.
Kelompok lainnya juga ada disuarakan oleh kelompok akademisi di universitas negeri, misalnya dalam persoalan anti korupsi, maka boleh saja dan wajar di dalam demokrasi Indonesia, bahkan bisa dibilang 'dibutuhkan'.
Baca Juga: PLN Beri Dikson Tagihan Listri Selama Tiga Bulan sebagai Stimulus Bantuan bagi Masyarakat
"Bayangkan kalau tidak ada akademisi seperti itu, yang tidak membuka jalan alternatif, maka negeri ini bisa menjadi otoriter," katanya.
Diketahui sebelumnya Gerakan Anti Radikalisme Alumni Institut Teknologi Bandung (GAR ITB) telah meminta Komisi Aparatur Sipil Negara agar menjatuhkan sanksi kepada Din Syamsudin karena dinilai telah melanggar kode etik.
Hal itu lantaran Din Syamsudin yang saat ini merupakan dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, kerap dianggap mengkritik pemerintah.
Baca Juga: Akan Bom Pasukan Iran, Pesawat Tempur Israel Berhasil Dicegat Pertahanan Udara Suriah
Selain itu Din Syamsudin juga disorot lantaran memiliki kiprah dalam kelompok Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Din Syamsudin dilaporkan melalui surat terbuka bernomor 10/Srt/GAR-ITB/I/2021 dengan mengklaim telah ditandatangani oleh 1.977 alumni ITB dari berbagai angkatan dan jurusan pada tanggal 28 Oktober 2020.***