Media Asing Soroti Potensi Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Nikel jika Tesla Investasi di Indonesia

- 28 Februari 2021, 11:12 WIB
Seorang pengemudi mengisi ulang baterai mobil Tesla-nya di stasiun Pengisian Super Tesla di sebuah stasiun pengisian di Prancis, 12 Januari 2019. /REUTERS/Pascal Rossignol
Seorang pengemudi mengisi ulang baterai mobil Tesla-nya di stasiun Pengisian Super Tesla di sebuah stasiun pengisian di Prancis, 12 Januari 2019. /REUTERS/Pascal Rossignol /

PR BEKASI – Media asing asal Singapura, Channel News Asia menyoroti potensi kerusakan lingkungan di Indonesia dari pertambangan nikel jika produsen kendaraan listrik Tesla berinvestasi di Indonesia

Seperti diketahui, Tesla dilaporkan telah mengajukan proposal untuk membangun fasilitas produksi baterai di Indonesia.

Akan tetapi, sampai saat ini belum ada pengumuman resmi yang dibuat terkait rencana tersebut dengan Pemerintah Indonesia sebagai pembuat keputusan itu tetap bungkam tentang detailnya.

Baca Juga: Tidak Ada Kompromi kepada Penyelundup Benih Lobster, KKP: Bila Terpaksa Siap Dilumpuhkan

Baca Juga: 7 Tanda Hubungan LDR Sudah Tidak Berjalan dan Berada di Ujung Tanduk

Baca Juga: Tidak Ada Jeranya! Millen Cyrus Terjerat Lagi Kasus Narkoba, Kali Ini Terciduk Saat di Bar

Namun, harapan Indonesia untuk menjadi pusat produksi baterai mobil listrik dunia telah memperlihatkan peningkatan penambangan dan pabrik nikel di seluruh Indonesia.

Berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), ada 328 izin usaha pertambangan nikel dalam tahap eksplorasi dan 280 izin usaha pertambangan nikel yang sudah memasuki tahap produksi.

Koordinator JATAM Merah Johansyah bahkan menduga sudah ada ribuan tambang yang beroperasi di seluruh negeri, banyak di antaranya kecil dan diatur dengan ringan.

Dirinya juga mengamati dampak pertambangan di masyarakat lokal dan mengadvokasi hak pekerja dan perlindungan lingkungan.

Baca Juga: Nurdin Abdullah Terjerat OTT KPK, SPAK: Sangat Sedih dan Tidak Menyangka Hal Ini

Dia khawatir investasi yang lebih besar akan memperburuk masalah yang ada, setelah menyaksikan pencemaran di danau dan sumber air minum, kerusakan terumbu karang, penggundulan hutan, dampak penangkapan ikan, dan seringnya banjir.

"Ada ancaman gelombang destruktif di balik bisnis dan investasi ini. Ancamannya sangat besar, terutama di wilayah yang akan ditambang nikel," katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Channel News Asia.

"Penambangan ini juga tidak terlepas dari penggusuran dan pengusiran masyarakat adat, itu masalah yang juga akan semakin membesar," sambungnya.

Aspek-aspek kotor dari penambangan nikel diperkirakan sulit untuk dimitigasi karena dari tambang hingga peleburan, nikel meninggalkan dampak pada ekosistem lokal dan perubahan iklim.

Baca Juga: KPK Berhasil Tersangkakan Nurdin Abdullah, Ferdinand Hutahaean: Saya Tak Bangga

Indonesia memiliki sumber daya nikel yang sangat besar dengan memiliki sekitar seperempat dari seluruh pasokan dunia.

Nikel dipandang sebagai komponen baterai pengganti untuk kobalt, yang lebih mahal dan menimbulkan masalah hak asasi manusia karena ditambang di Republik Demokratik Kongo.

Hal tersebut dikatakan oleh CEO Tesla Elon Musk dalam panggilan konferensi kuartalan Tesla pada Juli tahun lalu.

"Setiap perusahaan pertambangan di luar sana, tolong menambang lebih banyak nikel. Di mana pun Anda berada, tolong menambang lebih banyak nikel," katanya.

"Lakukan penambangan nikel yang ramah lingkungan dengan volume tinggi, maka Tesla akan memberi Anda kontrak besar untuk jangka waktu yang lama," sambungnya.

Tetapi seruan Elon Musk untuk memproduksi nikel berkelanjutan di Indonesia saat ini akan menjadi hal yang sulit untuk dijawab.

Baca Juga: Ungkap Belasungkawa Meski Sempat Berselisih Soal 'Kung Fu Hustle', Stephen Chow: Ng Man Tat Masih Rekan Saya

Menurut para analis, penambangan nikel di Indonesia memiliki rekam jejak yang kotor dan terburu-buru untuk menambang dan memproses lebih banyak akan menambah tekanan pada industri dengan aturan dan regulasi yang tidak jelas.

Hal tersebut dikatakan oleh Arianto Sangadji, peneliti terkemuka industri dari York Center for Asian Research di York University.

"Menurut saya pernyataan itu adalah ilusi atau pernyataan yang kontradiktif. Apa arti nikel berkelanjutan? Penambangan adalah produksi yang tidak berkelanjutan," katanya.

Dirinya menambahkan, semakin banyak bijih nikel yang dihasilkan semakin banyak pula konsumsi bahan bakar fosil yang berdampak besar pada kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.

Baca Juga: Menyesal Pernah jadi Pembuli saat Sekolah, Hyunjin 'Stray Kids' Rehat dari Dunia Hiburan K-pop

"Anda harus mengonsumsi bahan bakar fosil dalam jumlah besar untuk menjalankan mesin untuk membuka hutan, menggali tanah, dan mengangkut bijih." katanya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Channel News Asia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x