"Yang digunakan tidak hanya UU KPK, tetapi ada UU Nomor Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, pengalihan itu masuk dalam UU ASN," kata Bima Haria Wibisana.
"Jadi, ada dua undang-undang yang harus diikuti dan tidak bisa hanya satu saja, dua-duanya harus dipenuhi persyaratannya untuk bisa menjadi ASN," sambungnya.
Baca Juga: Dinar Candy Tanya Cara Taklukan Aldi Taher, Dewi Perssik: Gampang, Masukin Aja ke Kandang Ayam
Bima Haria Wibisana menegaskan bahwa 51 pegawai KPK itu tetap mendapatkan hak-haknya ketika diberhentikan. Selain itu, mereka juga tidak akan langsung diberhentikan karena masih memiliki masa kerja.
"Tidak merugikan pegawai, tidak berarti dia harus menjadi ASN. Tidak merugikan pegawai, bisa saja dia mendapatkan hak-haknya sebagai pegawai ketika diberhentikan dan itu tidak akan langsung diberhentikan," kata Bima Haria Wibisana.
"Karena sebagai pegawai KPK mereka punya kontrak kerja, punya masa kerja, dan KPK masih boleh memiliki pegawai non-ASN hingga 1 November 2021 sesuai dengan undang-undang karena pada saat 1 November semua pegawai KPK harus sudah menjadi ASN," sambungnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan bahwa 24 dari 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK masih dimungkinkan untuk dibina sebelum diangkat menjadi ASN.
"Dari hasil pemetaan asesor dan kemudian kami sepakati bersama dari 75 itu dihasilkan ada 24 pegawai dari 75 yang masih dimungkinkan untuk dilakukan pembinaan sebelum diangkat menjadi ASN," kata Alexander Marwata.
Alexander Marwata menjelaskan bahwa 24 pegawai KPK tersebut nantinya akan mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan.