RUU Ketahanan Keluarga Masuk Prolegnas, Berikut Daftar Pasal yang Menuai Kontroversi

- 26 Februari 2020, 17:29 WIB
ILUSTRASI RUU
ILUSTRASI RUU /PIXABAY/

PIKIRAN RAKYAT - Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga yang diusulkan oleh sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai kontroversi karena dinilai terlalu mengatur ranah privat dan bahkan negara mencoba masuk ke ‘kamar tidur’ warga negaranya.

RUU ini diusulkan oleh lima orang anggota DPR dari empat fraksi yang berbeda, diantaranya Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kemudian Endang Maria Astuti dari Fraksi Golkar, Sodik Mujahid dari anggota Fraksi Gerindra, dan Ali Taher dari anggota Fraksi PAN.

RUU Ketahanan Keluarga ini juga masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020-2024. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ledia Hanifa sebagai anggota Fraksi partai PKS dan juga sebagai Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Baca Juga: Diwajibkan Membayar Senilai 225 Juta Pounds jika Barcelona Ingin Datangkan Sadio Mane dari Liverpool

Berdasarkan penelusuran Pikiranrakyat-bekasi.com yang dikutip dari berbagai sumber, setidaknya ada beberapa pasal yang menuai polemik. Adapun diantaranya meliputi:

Istri Wajib Atur Urusan Rumah Tangga

Pertama, terkait kewajiban suami istri dalam menjalankan kehidupan berkeluarga. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 25 yang terdiri dari tiga ayat.

Baca Juga: Viral Jasa Layanan Peluk di Bekasi yang Kontroversial, Simak Sejumlah Fakta Professional Cuddler

Pada Ayar (2) disebutkan, ada empat kewajiban seuami, diantaranya;

Sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan keluarga.

Melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran.

Melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, serta

Baca Juga: Sering Dibuang, Ternyata Serat Jagung Miliki Banyak Manfaat Mulai Menurunkan Berat Badan hingga Depresi

melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.

Sedangkan kewajiban istri yang diatur dalam Ayat (3) yaitu;

a. Wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

Baca Juga: Tangani Banjir Jabar, Sekda Jabar Siapkan Program Penanggulangannya

b. Menjaga keutuhan keluarga, serta

c. Memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Donor Sperma dan Ovum Bisa Dipidana

Baca Juga: PLN Lakukan Inspeksi, 1.790 Gardu yang Terdampak Banjir Kembali Aktif

Dalam draft RUU Ketahanan Keluarga Dalam Pasal 139 disebutkan bahwa setiap orang dilarang menjualbelikan sperma atau ovum, menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara sukarela mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan keturunan seperti yang tertuang dalam Pasal 31 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.

Tak hanya itu, dalam Pasal 140 juga disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain untuk memperjualbelikan, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan mandiri atau melalui lembaga juga akan dipidana da pidana denda paling banyak Rp 500 juta.

Sorgurasi atau Sewa Rahim Bisa Dipidana

Baca Juga: Menkeu dan Menparekraf Paparkan Strategi untuk Antisipasi Dampak Virus Corona bagi Ekonomi Indonesia

Pasal 141 RUU Ketahanan Keluarga menyatakan setiap Orang yang dengan sengaja melakukan surogasi untuk keperluan memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima (5) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.

Di pasal 142 menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain agar bersedia melakukan surogasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 untuk memperoleh keturunan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500 juta.

Penyimpangan Seksual

Baca Juga: Kemenkes Jelaskan Rencana Penjemputan ABK Diamond Princess hingga Warga Jepang yang Positif Corona Setelah Berkunjung ke Indonesia

Keluarga wajib melaporkan anggotanya yang mengalami penyimpangan seksual kepada badan yang menangani ketahanan keluarga.

Aturan itu diatur pada Pasal 86 hingga Pasal 89. Di dalam aturan penjelasan untuk Pasal 85, ada empat hal yang disebut sebagai tindakan penyimpangan seksual.

Pertama sadisme, yaitu cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya.

Baca Juga: Kemenkes Jelaskan Mekanisme Tangani 188 WNI di Kapal World Dream

Kedua, masochisme yaitu kebalikan dari sadisme berupa cara seseorang mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya.

Ketiga, homosex dan lesbian yakni merupakan masalah identitas sosial di mana seseorang mencintai atau menyenai orang lain yang jenis kelaminnya sama.

Keempat, incest yakni hubungan seksual yang terjadi antara orang yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, atau menyamping, sepersusuan, hubungan semenda, dan hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang untuk kawin. Menurut pengusul RUU, pelaporan ini agar mereka mendapatkan pengobatan atau rehabilitasi.

Baca Juga: Bupati Bekasi Tetapkan 7 Hari Status Tanggap Darurat Akibat Banjir di 20 Kecamatan

Adapun bentuk rehabilitasi yang nantinya bisa diterima berupa rehabilitasi sosial, psikologis, bimbingan rohani hingga medis sebagaimana diatur pada Pasal 85.

Memisahkan Kamar Anak

Poin itu tertuang di dalam Pasal 33 Ayat (2) yang mengatur tentang persyaratan tempat tinggal layak huni. Ketentuannya:

Baca Juga: Trump Datangi India, New Delhi Terbelah Dua

1. Memiliki sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi air yang baik;

2. Memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara orang tua dan anak serta terpisah antara anak laki-laki dan anak perempuan;

3. Ketersediaan kamar mandi dan jamban yang sehat, tertutup, dapat dikunci serta aman dari kejahatan seksual.

Baca Juga: Trump Datangi India, New Delhi Terbelah Dua

Wajib Rehabilitasi bagi LGBT

Dalam pasal 87 draf RUU Ketahanan Keluarga Setiap Orang dewasa yang mengalami penyimpangan seksual wajib melaporkan diri kepada Badan yang menangani Ketahanan Keluarga atau lembaga rehabilitasi untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.

Pada pasal 88 disebutkan bahwa badan tersebut nantinya dibentuk oleh pemerintah, Badan tersebut bertugas memberikan rehabilitasi sosial, psikologis, medis, dan/atau bimbingan rohani.

Baca Juga: Nikita Mirzani Terancam Kurungan 2 Tahun Penjara Usai Didakwa Lakukan Penganiayaan terhadap Mantan Suami

Pasal 74 draf RUU Ketahanan Keluarga mengatakan bahwa penyimpangan seksual merupakan salah satu sebab terjadinya krisis keluarga. Adapun kewajiban keluarga melaporkan anggotanya yang memiliki penyimpangan seksual ke badan yang menangani krisis keluarga tertuang dalam Pasal 86.***

Editor: Billy Mulya Putra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x