Baca Juga: Viral di Media Sosial, Detik-detik Sebelum Seorang Pemuda Diculik Saat Mengikuti Kelas Online
Ketiga, terkait penyelesaian kebun rakyat dan korporasi dalam kawasan hutan, serta belum memiliki izin (keterlanjuran), sangat tidak benar jika dikatakan UU Omnibus Law memberikannya secara 'Cuma-Cuma' tanpa ada sanksi apapun.
"Faktanya, korporasi yang terlanjur berada di dalam kawasan, akan dikenakan sanksi denda atas keterlanjuran 'kebijakan masa lalu', dan sanksi denda itu akan menjadi penerimaan negara," ujar Siti Nurbaya Bakar.
Dia menambahkan bahwa denda tersebut merupakan denda paling besar yang memungkinkan masuk ke kas negara, untuk dikembalikan bagi rakyat.
Baca Juga: Besuk Korban Kerusuhan, Kompolnas Minta Polisi dan Pendemo Menahan Diri dan Tak Emosi
Ketentuan tersebut dinilai menjadi penting, karena kasus-kasus keterlanjuran yang ditemukan menyangkut hak hidup orang banyak secara turun temurun, dan dibutuhkan kepastian berusaha untuk menjaga stabilitas ekonomi daerah.
"Keterlanjuran harus ditertibkan dengan peraturan yang tegas, terang, dan adil bagi semua pihak. UU Omnibus Law mengakomodir semua hal itu!," ucap Siti Nurbaya Bakar.
Kemudian poin keempat yang berkenaan dengan klaster Penyederhanaan Perizinan Berusaha, dia pun menyesalkan dengan adanya narasi mengenai UU Cipta Kerja yang menghilangkan Analasis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Baca Juga: Ridwan Kamil Ikut Tolak Omnibus Law, Teddy Gusnadi: Sebaiknya Mundur Saja Sebagai Kepala Daerah
"Dengan menggabungkan pengurusan izin AMDAL dengan pengurusan perizinan berusaha, jika perusahaan melanggar, maka pemerintah bisa mencabut keduanya sekaligus," tutur Siti Nurbaya Bakar.