Pemprov Kepri: Aparat Penegak Hukum Mencium Ada 'Penumpang Gelap' dalam Aksi Tolak UU Cipta Kerja

- 12 Oktober 2020, 08:38 WIB
Aksi tolak UU Cipta Kerja di Jakarta, Kamis, 8 Oktober 2020.
Aksi tolak UU Cipta Kerja di Jakarta, Kamis, 8 Oktober 2020. /ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/hp.

PR BEKASI - Sejak disahkannya UU Cipta Kerja, banyak gelombang demonstrasi dilakukan di beberapa daerah bahkan hingga luar pulau Jawa.

Demonstrasi dilakukan karena pihak pengunjuk rasa tidak setuju dengan diresmikannya UU Cipta Kerja yang dianggap merugikan kesejahteraan buruh dan pegawai.

Sebagian besar pengunjuk rasa merupakan pegawai serta mahasiswa. Namun, selama demonstrasi berlangsung banyak tindak kriminalitas hingga aksi vandalisme seperti perusakan fasiltas umum. Diduga tindakan ini dilakukan oleh "penumpang gelap".

Baca Juga: Terjebak di Kerumunan, Dosen Ini Jadi Korban Salah Tangkap Polisi Hingga Babak Belur

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengecam tindakan "penumpang gelap" dalam demonstrasi menolak UU Cipta Kerja baru-baru ini.

Pejabat Sementara Gubernur Kepri Bakhtiar, di Gedung Daerah Tanjungpinang, Minggu, mengatakan aparat penegak hukum telah mencium ada "penumpang gelap" yang memiliki agenda politik tetapi membungkus aksinya atas nama demokrasi.

Indikasi ada "penumpang gelap" dalam aksi demonstrasi itu dapat dilihat dari gerakan massa secara serentak melakukan pembakaran dan merusak fasilitas negara.

Baca Juga: Komentari Adanya Jubir di BIN, Peneliti Intelejen: Fahri dan Fadli Zon Masih Terbawa Nuansa Orba

Namun, Bakhtiar enggan membeberkan identitas orang-orang yang memiliki agenda politik tersebut.

"Kami dari pemda dan perguruan tinggi sepakat menolak Kepri dijadikan sebagai wilayah pertarungan politik yang merusak tatanan warga Kepri. Satu jengkal pun wilayah di Kepri, kami tidak akan membiarkan aksi kriminal ini," katanya didampingi sejumlah rektor dan ketua perguruan tinggi seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara pada 11 Oktober 2020.

Bakhtiar mensinyalir gerakan politik dari "penumpang gelap" itu ingin mengubah demokrasi bermartabat menjadi demokrasi kriminal.

Baca Juga: Dibakar Oknum Pengunjuk Rasa Tolak Omnibus Law, Halte Transjakarta Bisa Kembali Digunakan Hari Ini

Menurutnya, aksi kriminalitas dalam demonstrasi yang terjadi serentak pada Kamis 8 Oktober 2020 lalu merugikan masyarakat, daerah, dan negara.

"Pemerintah wajib melindungi warga dari tindakan kriminal," katanya.

Ia mengatakan pemerintah sejak awal tidak melarang masyarakat untuk melaksanakan aktivitas politik, agama, ekonomi, dan sosial. Pemerintah pun tidak alergi untuk dikritik dan menyediakan ruang dialog.

Baca Juga: PSBB Transisi DKI Jakarta, Kini Pelanggan Dibolehkan Makan di Tempat dengan Syarat

"Silakan menyampaikan aspirasi, tetapi keselamatan masyarakat harus diperhatikan terutama pada masa pandemi Covid-19," ucapnya.

Ia menjelaskan, negara sudah mengatur jalan demokrasi dengan baik. Jika berbeda pendapat soal UU Cipta Kerja, silakan ajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Ini langkah yang konstitusional yang disediakan negara," katanya.

Baca Juga: Jakarta Kembali Terapkan PSBB Transisi, Hippi Optimis Perekonomian Kembali Bergairah

Menurut dia, aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja seharusnya tidak melahirkan permasalahan seperti menimbulkan penularan Covid-19, yang menyebabkan orang sakit.

"Kalau sampai menimbulkan klaster demonstrasi, siapa yang mau bertanggung jawab? Aksi demonstrasi baru-baru ini terdeteksi satu orang positif Covid-19. Petugas masih melacak siapa saja yang kontak erat dengan pasien itu," katanya.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah