Resesi Hantui Ekonomi Indonesia, BI: Jangan Wariskan Generasi Berikutnya APBN yang Diisi Utang

29 September 2020, 09:23 WIB
Logo Bank Indonesia. /DOK. KEMENKEU/

PR BEKASI - Skema berbagi beban atau burden sharing antara Bank Indonesia (BI) dengan Pemerintah untuk mendanai APBN 2020 sudah terealisasi senilai Rp183.48 triliun.

Untuk diketahui, burden sharing adalah skema menanggung beban bersama antara pemerintah, yakni Menteri Keuangan sebagai otoritas fiskal, dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter guna memenuhi kebutuhan pembiayaan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional karena dampak Covid-19.

Skema burden sharing ini pernah diterapkan saat krisis moneter 1997-1998. Kala itu otoritas moneter mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Baca Juga: Cek Merchant Baru ShopeePay Minggu ini, Produk Fesyen dan Makanan Lezat Ternama Menanti Anda

Namun, BLBI tersebut dibayar oleh pemerintah, sedangkan ada pembagian beban pada biaya bunga pada surat utang yang diterbitkan.

Untuk saat ini skemanya dilakukan dengan cara pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana baik lewat pembiayaan public goods maupun non public goods, sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditekan Menteri Keuangan dan Gubernur BI pada Juli lalu.

Anggota Komisi XI DPR RI, Dolfie OFP menyatakan, perlu adanya skema selain burden sharing.

Baca Juga: Pilkada Serentak 2020 Tiga Bulan Lagi, Bawaslu Minta Segera Diterbitkan Perppu agar Tak Digugat

Berdasarkan skema tersebut, pemerintah dan bank sentral sama-sama melakukan beban utang yang jika terus berlanjut biaya utang tentu akan semakin membebani APBN di masa mendatang.

"Harus ada terobosan-terobosan kebijakan ke depan yang tidak bertumpu pada pembagian beban utang, kalau dalam jangka pendek okelah, tapi kalau ternyata 2023 kita masih begini, kita mewariskan kepada generasi berikutnya APBN kita sebagian besar diisi oleh utang," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Selasa, 29 September 2020, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

"APBN kita sekarang sudah 16 persen untuk membayar bunga utang. Tahun depan bisa 18-19 persen hampir sama dengan anggaran pendidikan dan melebihi alokasi anggaran kesehatan," ucapnya.

Baca Juga: Kuota Umum dari Kemendikbud hanya 5 Gb, KPAI: Tidak Cukup Bagi Siswa SMK, Bisa Habis dalam Sepekan

Politisi PDI-Perjuangan itu mengatakan, BI perlu melakukan kajian lebih lanjut dalam mencari terobosan baru.

Sebab kondisi ketidakpastian ekonomi ini dinilainya masih akan berlanjut dan belum jelas kapan berakhir mengingat vaksin Covid-19 belum ditemukan.

Belum lagi, kata dia, resesi yang menghantui perekonomian, mengingat Menkeu memproyeksi pertumbuhan ekonomi Kuartal III-2020 minus 2.9 persen.

Baca Juga: Rencana Luhut Permudah Izin Dokter Asing Ditentang Mahasiswa Kedokteran Indonesia di Tiongkok

"Perlu ada alternatif yang bisa dilakukan dengan potensi yang dimiliki Bank Indonesia, kalau gagasan cetak uang ditolak, maka apa gagasan lain yang bisa menyediakan dana untuk negara, untuk pembangunan misalnya," ucap Dolfie.

"Apakah menggunakan e-Rupiah, atau kalau perlu kita ubah regulasinya untuk memperkuat kapasitas keuangan negara dalam melanjutkan pembangunan di berbagai sektor." ujarnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler