Sejumlah Gubernur Naikkan UMP 2021, Apindo: Dapat Memicu Gelombang PHK Besar-besaran

2 November 2020, 18:52 WIB
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani. /ANTARA/

PR BEKASI - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah telah menetapkan bahwa upah minimum provinsi (UMP) tidak naik pada 2021.

Alasannya, karena kondisi perekonomian nasional merosot akibat dampak dari pandemi Covid-19.

Hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi triwulan kedua yang minus 5.32 persen.

Baca Juga: Komentari Pembangunan Wisata Komodo, Haris Azhar: Ada Pemisahan Turis Miskin dan Premium

Selain itu, berdasarkan data analisis hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 82.85 persen perusahaan yang cenderung mengalami penurunan pendapatan akibat dampak pandemi Covid-19.

Namun, sejumlah gubernur diketahui tetap menaikan UMP dan tidak mengindahkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/2020 Tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Covid-19.

Mereka adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Sulawesi Selatan HM Nurdin Abdullah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Baca Juga: Tim Novel Baswedan Diminta Ambil Alih Kasus Harun Masiku, KPK Buka Suara

Menanggapi hal tersebut, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai keputusan sejumlah kepala daerah yang menaikkan UMP atau tidak sesuai dengan SE Menaker dapat memicu terjadinya gelombang PHK secara besar-besaran.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menyesalkan keputusan para gubenurnur tersebut yang tetap menaikkan UMP 2021.

"Dengan penetapan upah minimum yang tidak sesuai dengan SE, bahwa akan semakin mempersulit dunia usaha yang pada ujungnya akan menyebabkan gelombang PHK besar-besaran dalam kondisi krisis," kata Hariyadi Sukamdani di Jakarta, Senin, 2 November 2020, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Baca Juga: Sentil Megawati, Fahri Hamzah: Politisi Tidak Boleh Menanyakan Apa yang Sudah Kaum Milenial Lakukan

Hariyadi menjelaskan, penetapan UMP 2021 yang nilainya sama dengan tahun 2020 oleh Kemenaker sudah tepat dan sesuai dengan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Nasional.

Keputusan tersebut juga mempertimbangkan kondisi setidaknya 10 sektor perusahaan yang terpukul akibat pandemi Covid-19.

Menurutnya, perhitungan tersebut sudah sangat rasional mengingat banyak dunia usaha yang bahkan kesulitan untuk membayar upah secara normal dalam situasi pandemi.

Baca Juga: Harun Masiku Masih Buron, ICW Minta KPK Libatkan Novel Baswedan untuk Turun Tangan

Jika berdasarkan hitungan kondisi normal, besaran UMP justru mengalami penurunan karena pertumbuhan ekonomi nasional yang negatif dan inflasi.

"Tentunya tidak mungkin kalau kita pakai formula yang minus ini, upahnya justru menurun, sehingga direkomendasikan upahnya tetap," kata Hariyadi.

Berdasarkan data analisis dampak Covid-19 terhadap pelaku usaha yang dilakukan oleh BPS, tercatat bahwa hampir seluruh sektor mengalami penurunan pendapatan dan kesulitan terkait pembayaran upah.

Baca Juga: Terkait Kasus Ujaran Kebencian Gus Nur Terhadap NU, Refly Harun Akan Diperiksa Polisi Besok

Dari data tersebut, perusahaan yang menghadapi kendala keuangan terkait pegawai dan operasional sekitar 53.17 persen berasal dari usaha menengah dan besar, serta 62.21 persen usaha mikro dan kecil.

Apindo pada dasarnya sulit menerima SE Menaker tersebut, karena dalam kondisi memburuknya situasi ekonomi seperti ini seharusnya UMP diturunkan, sehingga kelangsungan bekerja para pekerja atau buruh dapat terjaga.

"Dengan berbagai proses dialog dan diskusi, kami berusaha untuk dapat memahami keputusan pemerintah, sehingga Pemerintah Pusat menetetapkan UM 2021 sama dengan UM 2020." kata Hariyadi.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler