PR BEKASI - Pada 30 Desember 2020 lalu, organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI) resmi dibubarkan dan dilarang oleh pemerintah.
Keputusan pembubaran dan pelarangan ormas FPI tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam kantor Kemenko Polhukam, Jakarta pada Rabu, 30 Desember 2020
"Bahwa FPI sejak tanggal 20 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas tetapi sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan, sweeping, provokasi dan sebagainya," tutur Mahfud MD.
Baca Juga: Harga Kedelai Meroket Diduga Kuat karena Ulah Oknum, Bareskrim Lakukan Penyelidikan Mendalam
Sebagaimana diketahui, FPI juga memiliki sengketa lahan dengan PT Perkebunan Nasional atau PTPN VIII terkait lahan di Pesantren Algokultural Markaz Syariah di Megamendung, Bogor.
Kepemilikan tanah seluas kurang lebih 30.91 hektar di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang PTPN VIII tergolong Hak Guna Usaha (HGU) atas nama PTPN VIII.
Atas dasar tersebut, PT Perkebunan Nasional atau PTPN VIII mengirim somasi dengan nomor surat SB/1.1/6131/XII 2020 kepada pengurus Pesantren Algokultural Markaz Syariah di Megamendung, Bogor.
Baca Juga: Bingung Wakil Dekan Unpad Dicopot Usai Diduga Pernah Ikut HTI, Rocky Gerung: Ini Sistem Lawan Hantu
Pesantren yang dipimpin oleh Habib Rizieq diminta PTPN VIII untuk segera dikosongkan selama 7 hari terhitung surat somasi dikirimkan pada 18 Desember 2020.
Apabila somasi tidak diindahkan pihak pengurus Pesantren Markaz Syariah, PTPN VIII akan melaporkan ke Polda Jabar terkait dugaan kasus penggelapan hak tanah.
Menanggapi problem tersebut, Anggota Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Teddy Gusnaidi menilai sengketa lahan FPI dengan PTPN tidak perlu dipermasalahkan berlarut-larut.
Baca Juga: Antisipasi Ruang Isolasi Menipis, Pemkot Bekasi Akan Bangun RS Tipe D di Teluk Pucung
Pasalnya, menurut Teddy, FPI sudah dinyatakan sebagai organisasi yang sudah dilarang oleh pemerintah.
"Karena FPI sudah menjadi organisasi terlarang dan dibubarkan, maka otomatis urusan tanah antara FPI dan PTPN tidak perlu dibicarakan lagi," kata Teddy Gusnaidi.
Oleh karena itu, Teddy mengusulkan bahwa lahan seluas 30.91 hektar tersebut diratakan sebagai bentuk penyelesaian sengeketa.
Baca Juga: Bajing Loncat Kawakan Berhasil Diringkus, Polisi: Usia 19 Tahun Sudah Punya 50 Catatan Kriminal
"Ratakan dengan tanah, karena haram ajaran FPI ada di Indonesia," ucap Teddy Gusnaidi dalam akun Twitter-nya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Selasa, 5 Januari 2021.
Karena FPI sudah menjadi organisasi terlarang dan dibubarkan, maka otomatis urusan tanah antara FPI dan PTPN tidak perlu dibicarakan lagi. Ratakan dengan tanah, karena haram ajaran FPI ada di Indonesia.
Tapi proses dugaan tindak pidana atas penggunaan lahan tetap berjalan..— Teddy Gusnaidi (@TeddyGusnaidi) January 5, 2021
Akan tetapi, Teddy mengungkap bahwa dugaan penggelapan tanah yang dilakukan pengurus Markaz Syariah harus diproses hukum sebagaimana mustinya.
"Tapi, proses dugaan tindak pidana atas penggunaan lahan tetap berjalan," tutur Teddy Gusnaidi.
Baca Juga: Cek Fakta: Nyanyikan Lagu Jiayou Wuhan, Polisi Ini Disebut Adalah Pindahan dari Kepolisian China
Untuk informasi, pelarangan dan pembubaran FPI tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 220/4780 Tahun 2020, Nomor M.HH/14.HH05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII Tahun 2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
SKB pelarangan dan pembubaran FPI ditandatangani 3 Menteri, Kapolri, Jaksa Agung, serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.***