PR BEKASI - Politikus Partai Demokrat Rachland Nashidik menyoroti pernyataan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang dengan tegas meminta pemerintah menumpas habis Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, sementara urusan HAM belakangan.
Rachland Nashidik menilai, pernyataan Bambang Soesatyo tersebut merupakan manifestasi paling gamblang dari hate speech.
Menurut Rachland Nashidik, pernyataan Bambang Soesatyo tersebut berisi hasutan untuk mendiskriminasi orang dengan kekerasan, dari perlindungan atas hak-hak dasar, yang seharusnya didapatkan semua manusia tanpa kecuali.
"Pernyataan Bamsoet adalah hate speech yang paling gamblang," kata Rachland Nashidik, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari cuitan Twitter @RachlanNashidik, Rabu, 28 April 2021.
Oleh karena itu, Rachland Nashidik mendesak Bambang Soesatyo untuk segera meminta maaf pada warga Papua.
"Dia menganjurkan kekerasan militer pada sebagian warga Papua dengan mengabaikan hak-hak dasar mereka, bukan operasi hukum yang berbasis HAM seperti seharusnya. Ketua MPR harus minta maaf pada warga Papua," tutur Rachland Nashidik.
Baca Juga: Munarman Resmi Ditetapkan sebagai Tersangka, Aziz Yanuar Bentuk Tim Kuasa Hukum Berjumlah 40 Orang
Rachland Nashidik mengatakan, semua rakyat Indonesia berkabung atas gugurnya Kabinda Papua Brigjen I Gusti Putu Danny Nugraha Karya dalam penyergapan di Beoga oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat pada Minggu, 25 April 2021.
"Tapi Ketua MPR wajib menjaga lisan, jangan menghasut negara melakukan kekerasan, apalagi secara membuta," ujar Rachland Nashidik.
Rachland Nashidik menilai, pengerahan operasi militer di Papua, apalagi dalam skala yang diminta Bambang Soesatyo, niscaya akan mengundang dan mengembalikan perhatian dunia pada Papua.
"Padahal, 'internasionalisasi masalah Papua', atau persisnya mengembalikan Papua ke dalam agenda PBB, tidak diinginkan Indonesia," kata Rachland Nashidik.
Lebih lanjut, Rachland Nashidik menilai, membicarakan soal HAM belakangan setelah operasi militer atau operasi keamanan, seperti yang dianjurkan Bambang Soesatyo, akan membuat para penyidik di kantor International Criminal Court di Den Haag menggeser teropongnya dari Papua ke Jakarta.
"Serius mau begitu?," ujar Rachland Nashidik.
Rachland Nashidik menjelaskan, persoalan HAM tidak boleh dibicarakan belakangan, tapi justru harus diprioritaskan di depan, digunakan sebagai panduan dalam ikhtiar mencari keputusan politik yang benar.
"Ketua MPR ada di deretan depan pimpinan negara yang harusnya selalu ingat dan mengingatkan itu pada Presiden," kata Rachland Nashidik.
"Menganjurkan 'penumpasan' separatisme dengan mengabaikan HAM, mungkin terdengar gagah. Tapi jelas bukan pernyataan yang benar atau etis. Dalam keadaan perang, hak-hak dasar kombatan sekali pun harus dilindungi, tak boleh didiskrimimasi. Apalagi ini saudara sendiri," sambungnya.
Menurutnya, saat ini di Jawa, orang Papua kerap jadi korban rasisme, bukan saja dalam kehidupan sehari-hari, tapi juga dalam diskursus dan debat politik.
"Kini Ketua MPR bukan saja ingin sebagian warga Papua ditumpas secara militer, malah menganjurkan hak-hak dasar mereka tak usah dipedulikan?," kata Rachland Nashidik.***