Ribuan Pelajar Ditangkap saat Demo UU Cipta Kerja, KPAI Minta Sesuatu ke Polisi

- 11 Oktober 2020, 15:05 WIB
Pelajar SMK yang diamankan polisi saat hendak mengikuti demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di gedung DPRD Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Jumat, 9 Oktober 2020.
Pelajar SMK yang diamankan polisi saat hendak mengikuti demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di gedung DPRD Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Jumat, 9 Oktober 2020. /Syaiful Arif/ANTARA

PR BEKASI - Aksi demo menolak UU Cipta Kerja yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia beberapa hari lalu, diketahui melibatkan sejumlah pelajar yang masih di bawah umur.

Bahkah di beberapa wilayah aksi ini berujung ricuh, karena terjadi bentrok antara pengunjuk rasa dengan aparat keamanan.

Seperti di Jakarta, aksi demo yang terjadi di wilayah sekitar Patung Arjunawiwaha dan di kawasan harmoni berujung ricuh.

Akibatnya petugas polisi menangkap pengunjuk rasa yang kebanyakan adalah anak di bawah umur yang berasal dari wilayah Slipi, Semanggi hingga Palmerah, Jakarta Barat.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Disebut Akan Rusak Alam Indonesia Lebih Parah, Jokowi: AMDAL Tidak Akan Dihapus 

Polda Metro Jaya menuding aksi unjuk rasa itu ditunggangi sekelompok oknum hingga berujung pengrusakan fasilitas umum di sejumlah daerah di Jakarta pada Kamis, 8 Oktober 2020.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, hal itu berdasarkan keterangan sejumlah peserta demo yang ditangkap aparat kepolisian.

Menurut Yusri Yunus, mereka mengaku mendapat undangan demo secara daring. Bahkan sejumlah peserta aksi dijanjikan akan mendapatkan uang, konsumsi, tiket kereta hingga transportasi gratis.

Polda Metro Jaya juga masih menyelidiki kelompok-kelompok yang sengaja datang untuk membuat kerusuhan dalam aksi demo menolak UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Dian Sastrowardoyo Tanya Kapan Sekolah Dibuka Kembali, Nadiem Makarim: Saya Tidak Tahu 

Seperti yang kita ketahui, beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab itu telah melakukan aksi vandalisme dengan merusak berbagai fasilitas umum, bahkan membakar sejumlah halte TrasJakarta.

Kepolisian juga telah menangkap sebanyak 1.192 orang peserta aksi unjuk rasa pada Kamis, 8 Oktober 2020, dengan mayoritas yang ditangkap adalah pelajar STM yang berasal dari berbagai daerah.

Menanggapi kejadian tersebut, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengatakan, Undang-undang Perlindungan Anak memang mengatur setiap anak memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya.

Meski demikian, ada prasyarat yang disiapkan agar anak dapat menyampaikan pendapatnya dengan baik.

Baca Juga: Beri Sindiran ke DPR, Inul Daratista: Disuruh Hindari Virus, Tapi Rakyat ke Jalan, Situ Asyik Aja! 

Menurut Retno Listyarti, di masa pandemi Covid-19 saat ini, seharusnya para peserta didik masih melakukan pembelajaran secara daring.

Oleh karena itu, peran orang tua sangat diperlukan untuk pengawasan, khususnya saat terjadinya aksi demonstrasi.

"Mengungkapkan pendapat kan dilindungi undang- undang. Artinya meskipun anak, dalam UU perlindungan anak, mereka memiliki hak untuk berbicara, baik lisan maupun tulisan. Dan demo salah satu cara mereka mengungkapkan pendapat," kata Retno Listyarti, Minggu, 11 Oktober 2020, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI.

Retno Listyarti menjelaskan, ketika polisi melakukan pengamanan kepada sejumlah anak karena mengeluarkan pendapat, itu hak yang harusnya dilindungi.

Baca Juga: Naskah UU Cipta Kerja Masih Belum Bisa Diakses, PKS Beri Peringatan ke Pemerintah 

Tapi tentu penanganannya akan berbeda jika anak-anak itu melakukan tindak pidana.

"Jadi kalau dari ratusan anak yang diamankan, apakah semua pelaku seperti tuduhan kekerasan pelemparan batu, kan enggak juga. Artinya kalau ada seperti itu silakan saja disidik,” kata Retno Listyarti.

Menurut dia, adanya sejumlah pelajar yang ditangkap saat melakukan aksi demonstrasi, hal tersebut harus ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) sesuai dengan aturan undang-undang.

Pasalnya, para remaja tersebut masih di bawah umur sehingga KPAI merasa tidak tepat jika polisi yang menanganinya.

Baca Juga: Jadi Terobosan Penting dalam Hukum Indonesia, SOKSI Minta Adanya Omnibus Law di Sektor Lain 

“Karena itu juga perintah UU, sistem peradilan pidana anak ya, UU Nomor 11 Tahun 2012," ujar Retno Listyarti

Retno Listyarti menjelaskan, jika hanya PPA yang mengerti cara menangani anak yang tersandung hukum. KPAI juga meminta agar remaja yang ditangkap itu diberikan pendampingan hukum sesuai dengan hak-hak mereka.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah