Hari Tanpa Tembakau Sedunia: Sejarah ketika Tembakau Dijuluki Obat dari Tuhan

- 31 Mei 2021, 15:26 WIB
Ilustrasi tembakau.
Ilustrasi tembakau. /Pixabay/

PR BEKASI - Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), enam juta orang setiap tahunnya meninggal dunia akibat mengisap rokok secara aktif, sedangkan 900.000 orang lainnya tutup usia karena menjadi perokok pasif.

Dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Dunia tepat hari ini 31 Mei 2021. Awal mula merunut masyarakat terdahulu memandang tembakau sebagai "obat dari Tuhan" yang dapat menyelamatkan nyawa sampai mendapat julukan 'ilalang mematikan'.

Sejarah berabad-abad merokok dianggap sebagai kebiasaan sehat sehingga tanaman tembakau, Nicotiana, mendapat julukan 'tanaman suci' dan 'obat dari Tuhan' pada abad ke-16.

Baca Juga: Dijual Eceran untuk Anak-Anak, BNN Bongkar Penyalur Tembakau Gorila di Jateng

Bahkan, seorang peneliti medis asal Belanda bernama Gilles Everaerts meyakini bahwa sedemikian tingginya manfaat tembakau, sebagian dokter akan menganggur.

"Asapnya merupakan penawar semua racun dan penyakit-penyakit menular," tulis Everaerts dalam buku terbitan 1587 berjudul Panacea; or the Universal Medicine, being a Discovery of the Wonderful Virtues of Tobacco taken in a Pipe.

Dengan kata lain, Everaerts menganggap tembakau adalah obat dari semua penyakit yang bisa digunakan dengan membakar dan mengisapnya melalui pipa.

Baca Juga: Harga Rokok Masih terjangkau Meski Cukai Naik, Upaya Pengendalian Tembakau Dikhawatirkan Tak Optimal

Orang Eropa pertama yang mencoba menggunakan tembakau untuk tujuan medis adalah Christopher Columbus, menurut sebuah artikel karya Prof Anne Charlton dalam Journal of the Royal Society of Medicine.

Charlton menulis, Colombus menyadari pada 1492 bahwa tembakau diisap oleh penduduk di kepulauan yang sekarang bernama Kuba, Haiti, dan Bahama.

Kadang kala daun tembakau dibakar layaknya obor untuk membantu mensucihamakan atau mengusir penyakit dari sebuah tempat.

Baca Juga: Dikira Abon Sapi, Pria Ini Viral Setelah Makan Nasi dengan Tembakau

Tembakau juga dipakai sebagai pasta gigi, yang mungkin dicampur limau atau kapur, di daerah yang kini menjadi Venezuela.

Praktik semacam itu masih berlangsung di India. Bukti-bukti bahwa tembakau bisa dipakai sebagai obat disodorkan sejumlah orang pada masa itu.

Penjelajah Portugis, Pedro Alvares Cabral, yang tiba di Brasil pada 1500-an, melaporkan bahwa betum (nama lain tembakau) dipakai untuk mengobati penyakit seperti kulit bernanah dan polip.

Baca Juga: Amankan 2,7 Kg Tembakau Gorila Racikan, Polres Metro Jakarta Selatan Tangkap 3 Pelaku

Kemudian di kawasan yang kini menjadi Meksiko, biarawan Spanyol bernama Bernardino de Sahagun belajar dari dokter setempat bahwa penyakit yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar pada leher dapat disembuhkan dengan membedah leher dan menaburkan daun tembakau yang sudah ditumbuk dengan campuran garam.

Para dokter dan apoteker dari Eropa serta-merta tertarik dengan penggunaan tembakau sebagai obat.

Pada abad-abad berikutnya, menurut Wellcome Collection yang merupakan museum sekaligus perpustakaan kesehatan, pipa atau rokok menjadi aksesori wajib bagi dokter, dokter bedah, dan mahasiswa kedokteran, khususnya di ruang bedah.

Baca Juga: Simpan 150 Kilogram Tembakau Gorilla, BCL dan 8 Temannya Berhasil Diringkus Polisi

Mereka dianjurkan mengisap rokok secara bebas guna menutupi bau jenazah serta melindungi mereka dari ancaman penyakit yang timbul dari jenazah.

Saat wabah penyakit merebak di London pada 1665, anak-anak diperintahkan mengisap tembakau di ruang kelas.

Asap tembakau diyakini dapat melindungi manusia dari aroma tidak sedap yang dianggap sebagian orang membawa penyakit.

Baca Juga: Simpan 150 Kilogram Tembakau Gorilla, BCL dan 8 Temannya Berhasil Diringkus Polisi

Mereka yang ditugasi mengubur para jenazah mengisap tembakau menggunakan pipa untuk mengusir penyakit.

Namun, di antara kalangan penganjur tembakau sebagai obat sekalipun, ada sebagian orang yang skeptis terhadap manfaat tembakau.

Dokter asal Inggris bernama John Cotta, yang menulis sejumlah buku kedokteran dan ilmu sihir, merenungkan pada 1612 apakah tembakau bakal menjadi "monster dari banyak penyakit".

Baca Juga: Diduga Produksi dan Jual Tembakau Gorila secara Online, Polisi Amankan Tersangka di Jatiasih Bekasi

Walau ada skeptisisme, tembakau sangat diminati dan para apoteker memasoknya dalam jumlah banyak.

Salah satu manfaat tembakau pada zaman itu yang membuat khalayak masa kini mengernyitkan dahi adalah untuk korban tenggelam. Caranya adalah mengembuskan asap tembakau ke anus korban.

Para dokter saat itu meyakini asap tembakau akan melawan sensasi dingin pada tubuh korban sehingga korban bisa cepat hangat dan sadar.

Baca Juga: Buru Pengedar Rokok Ilegal, Tim Bea Cukai Kanwil Riau di Serang

Perangkat tembakau disediakan di bantaran Sungai Thames untuk situasi darurat.

Meniupkan asap tembakau ke dalam telinga juga dianjurkan untuk mengobati orang sakit telinga pada abad ke-18.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Kemenkes


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah