Polemik Klaster Pendidikan di UU Cipta Kerja, Pengamat: Sebaiknya Dibuatkan Omnibus Law Sendiri

- 12 Oktober 2020, 18:53 WIB
Ilustrasi siswa yang sedang belajar daring.
Ilustrasi siswa yang sedang belajar daring. /ANTARA

PR BEKASI - Pasal 65 paragraf 12 Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) mengenai perizinan pendidikan yang disahkan DPR telah menimbulkan polemik di kalangan tenaga pendidik.

Pengamat pendidikan, Indra Charismiadji mengatakan, dari pada harus menyisipkan satu pasal di UU Cipta Kerja, sebaiknya pemerintah justru membuat Omnibus Law khusus di bidang pendidikan.

Menurutnya UU terkait pendidikan masih tumpang tindih, mulai dari UU tentang Guru dan Dosen hingga UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Baca Juga: Kerja Lembur Kejar Target Penyelesaian Talud TMMD Reguler Brebes 

"Kalau itu disusun jadi Omnibus Law pendidikan, saya rasa menjadi sebuah ide yang baik. Apalagi fokus kita pembangunan SDM," kata Indra seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI, Senin, 12 Oktober 2020.

Diketahui, pemerintah dalam hal ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim UU Cipta Kerja tidak lagi mengatur soal pendidikan, karena klaster pendidikan sudah dikeluarkan dalam proses pembahasan.

Namun nyatanya, dalam pasal 65 ayat (1) berbunyi: pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha.

Perizinan Berusaha yang dimaksud dalam Undang-undang ini adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Definisi itu dimuat dalam Pasal 1.

Baca Juga: Musim Hujan Datang Lagi, Baca Doa Ini Agar Jadi Berkah 

Dalam pasal 65 ayat (2) hanya menyebutkan: ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Lebih lanjut, Indra mengungkapkan, seharusnya pemerintah juga membuat satu cetak biru sebagai panduan dalam membuat kebijakan pendidikan di Indonesia.

Terlebih di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo ini, yang mengedepankan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul.

Pasalnya selama ini, menurut Indra, pemerintah terkesan hanya ganti baju dalam membuat kebijakan pendidikan di tanah air.

"Dari bangsa ini berdiri sampai hari ini kita belum pernah punya cetak biru, makanya pendidikan kita dari dulu sampai sekarang tidak pernah berkembang," ucapnya.

Baca Juga: Draf Onmibus Law Bertambah 130 Halaman, DPR: Kemarin kan Spasinya Belum Rata Semua 

Dia pun menambahkan jika pemerintah masih bersikeras untuk mengesahkan UU Ciptaker, sejumlah pegiat pendidikan akan menempuh jalur hukum, yakni menggugat UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi melalui jalur judicial review.

"Itu karena sebelumnya telah disepakati kalau semua urusan pendidikan itu tidak masuk dalam omnibus law. Semua akan di bahas di UU yang membahas khusus tentang pendidikan, tiba-tiba ini muncul satu pasal ini yg membuat semua orang bertanya-tanya ada apa sih?" ucapnya.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo juga mengecam tercantumnya kluster pendidikan dalam UU Cipta Kerja.

Menurutnya, Undang-undang Republik Indonesia tentang Cipta Kerja yang baru disahkan ternyata masih memasukkan pendidikan, hal ini dikhawatirkan berpotensi menjadi jalan masuk kapitalisasi pendidikan.

Baca Juga: Dituding Jadi Dalang Kerusuhan dalam Demo Tolak Omnibus Law, KAMI Buka Suara 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada Jumat, 9 Oktober 2020, mengatakan bahwa klaster pendidikan dalam UU Cipta Kerja hanya untuk kawasan ekonomi khusus.

"Ada juga berita mengenai Undang-undang Cipta kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan. Ini juga tidak benar karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus (KEK)," kata Jokowi.

Sedangkan perizinan pendidikan secara umum, kata Jokowi, tidak diatur di dalam UU Cipta Kerja, termasuk perizinan untuk pendidikan di pondok pesantren.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah