Dituntut Hukuman Penjara Seumur Hidup dalam Kasus Jiwasraya, Heru Hidayat: Ini Bagaikan Hukuman Mati

- 24 Oktober 2020, 11:40 WIB
Komisaris Utama PT Trada Alam Mineral Tbk, Heru Hidayat.
Komisaris Utama PT Trada Alam Mineral Tbk, Heru Hidayat. /ANTARA/M Risyal Hidayat

PR BEKASI - Kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang mulai terendus sejak gagal bayar produk Saving Plan pada Oktober 2018 lalu, hingga kini masih terus bergulir.

Pasalnya, berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), potensi kerugian negara mencapai Rp16.8 triliun.

Hal itu merupakan akibat dari investasi Jiwasraya yang serampangan di saham-saham dan reksa dana.

Baca Juga: Lontarkan Kata Kasar pada Pengendara Motor dan Anaknya, Ade Londok Dihujat Warganet

Dalam nota pembelaan atau pledoi pada Kamis, 22 Oktober 2020, salah satu terdakwa kasus dugaan korupsi Jiwasraya, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat menyatakan, perkara Jiwasraya mengakibatkan ribuan karyawan di sejumlah perusahaan rintisannya kehilangan pekerjaan.

“Seluruh karyawan saya yang saat ini hanya tersisa 1.000 orang dari 10 ribu orang akibat adanya perkara ini,” kata Heru Hidayat, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI, Sabtu, 24 Oktober 2020.

Heru mengungkapkan, dirinya terus memikirkan nasib karyawannya setelah dia dituntut hukuman seumur hidup dan penyitaan seluruh asetnya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Heru tidak memikirkan dirinya sendiri, tetapi bagaimana nasib keluarga dan seluruh karyawannya. Dia terus memikirkan nasib 9 ribu mantan karyawannya beserta keluarganya yang saat ini tidak memiliki pekerjaan.

Baca Juga: Gegara Merokok hingga Cairan Pembersih Lantai, Polri Tetapkan 8 Tersangka Kasus Kebakaran Kejagung

“Sebagai pengusaha, saya adalah kepala dan pemimpin bagi 10 ribu lebih karyawan ketika itu, 10 ribu karyawan yang berpegang dan menggantungkan hidupnya dan keluarganya kepada saya,” kata Heru.

Heru menilai, hukuman seumur hidup dan penyitaan aset yang dituntutkan oleh JPU kepadanya dalam perkara itu bagaikan hukuman mati.

“Saya mendengarkan pembacaan tuntutan pada diri saya, seumur hidup dan seluruh aset saya dirampas, tuntutan yang bagaikan hukuman mati bagi saya, sebab saya dituntut untuk menjalani hidup di penjara sampai mati dan seluruh hasil kerja keras saya selama saya hidup dirampas," ucap Heru.

"Mendengar tuntutan tersebut saya bagaikan penjahat hina yang tidak pantas mendapatkan kesempatan kedua. Apakah saya memang terbukti telah melakukan kejahatan yang pantas dituntut seperti ini? Apakah saya pantas mendapatkan tuntutan seperti ini? Apakah saya layak mendapatkan perlakuan seperti ini?,” tambahnya.

Baca Juga: Temuan Baru, Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung Berawal dari Cairan Pembersih Tukang Bangunan

Menurut Heru, pembacaan tuntutan seumur hidup itu menjadi lanjutan mimpi buruk yang dialaminya ketika pertama kali dipanggil Kejaksaan Agung untuk diperiksa pada 14 Januari 2020 lalu.

Dia mengaku tidak akan melupakan hari itu. Apalagi ketika diperiksa, dia mengaku seketika dijadikan tersangka dan ditahan hingga saat ini meringkuk dalam bui. 

“Hari yang bagaikan mimpi buruk yang tak usai-usai sampai saat ini. Saya merasa terjatuh dan sangat terpuruk, sebab saya tidak tahu kenapa saya bisa jadi tersangka,” ujar Heru.

Dalam pleidoi itu, Heru bahkan mengaku sampai didakwa dan dituntut pun dia tidak mengerti sama sekali isi dakwaan dan tuntutan, serta alasan dia menjadi terdakwa dalam perkara ini.

Baca Juga: Disebut Telah Melakukan Pelanggaran Berat, Risma Diancam Akan Dipenjarakan

Heru membantah tuntuntan JPU yang menyebutkan dirinya menikmati aliran dana hingga Rp10 triliun dari Jiwasraya. Dalam tuntutan JPU, Heru juga diminta untuk mengganti dana tersebut.

Pasalnya, Heru menegaskan hingga saat ini tidak memiliki harta kekayaan mencapai Rp10 triliun.

“Zaman sudah maju dan terbuka ini, dapat ditelusuri apakah Saya memiliki harta sampai sebesar Rp10 triliun. Lalu darimana dapat dikatakan saya memperoleh dan menikmati uang Rp10 triliun lebih?,” ucapnya.

Heru menegaskan bahwa BPK sendiri mengatakan hitungan tersebut diperoleh dari selisih uang yang dikeluarkan Jiwasraya dengan nilai dari saham dan reksa dana per tanggal 31 Desember 2019.

Baca Juga: Kinerja Kejagung Tak Profesional, ICW: Jokowi Layak Memberhentikan Jaksa Agung ST Burhanuddin

Di sisi lain, dia menegaskan bahwa dalam persidangan tak tampak adanya bukti atas tuduhan yang dialamatkan kepadanya terkait penerimaan dana lebih dari Rp10 triliun.

Heru juga mengatakan, sepanjang persidangan, tak satupun saksi baik dari Jiwasraya, para Manajer Investasi (MI), maupun broker, yang mengatakan pernah memberi uang sampai Rp10 triliun kepadanya.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x