Para Buzzer Dibiarkan, Musni Umar: Ini Penyebab Masyarakat Berpikir Ada Kriminalisasi Ulama

- 29 Desember 2020, 13:48 WIB
Rektor Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Musni Umar.
Rektor Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Musni Umar. /Instagram.com/@musni_umar

PR BEKASI- Rektor Universitas Ibnu Chaldun Musni Umar kembali memberikan pandangannya terkait pernyataan yang dilontarkan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD.

Mahfud MD menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada kriminalisasi ulama yang terjadi, dan mereka yang ditahan oleh pihak Kepolisian itu karena telah melakukan tindak pidana.

Menurut Musni Umar apa yang disampaikan oleh Mahfud MD itu menarik, dia mengatakan bahwa dari perspektif hukum apa yang disampaikan oleh Mahfud MD mungkin benar adanya.

Baca Juga: Sebut Megawati Masih Galau Soal Pilpres 2024, Refly Harun: Kita Tahu Ganjar Pranowo Bukan Darah Biru

Terkait mereka yang ditahan itu karena melanggar Undang-Undang ITE.

Akan tetapi, pernyataan itu tidak menyelesaikan masalah karena masyarakat pun memiliki sudut pandangnya sendiri dengan mengatakan memang ada kriminalisasi ulama yang terjadi.

"Dari mana mereka memandangnya? bukan dari aspek hukum melainkan dari aspek keadilan," kata Musni Umar.

Baca Juga: Aktivasi Polisi Siber Perlu Dikaji Ulang, Mardani: Jangan Sampai Demokrasi Hanya Sekadar Formalitas

Dia menilai keadilan di dalam bidang hukum itu yang menjadi persoalan di tengah masyarakat Indonesia.

Musni mengungkapkan orang-orang yang kritis terhadap penguasa dengan mudah dijatuhkan UU ITE, tetapi mereka para buzzer tetap dibiarkan melakukan sekehendak hati tanpa adanya tindakan yang dilakukan.

"Tidak ada satupun yang dijerat hukum, inilah yang membuat masyarakat berpikir adanya kriminalisasi ulama. Mereka yang berpandangan keras kemudian dengan mudah dan cepat ditahan dan mendekam di dalam tahanan," ujarnya.

Baca Juga: Hore! Program Bansos Tetap Berjalan pada 2021, Penyaluran Serempak Dimulai Awal Januari

Musni berpendapat hal itulah yang mungkin membuat suasana menjadi kisruh, karena di satu pihak penguasa mengatakan tidak ada kriminalisasi ulama tetapi masyarakat dengan keyakinannya mengatakan ada kriminalisasi ulama.

Dia memberikan contoh yaitu apa yang terjadi dengan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab.

Habib Rizieq ditahan karena melanggar protokol kesehatan, dan bahkan telah dijadikan tersangka karena melakukan pelanggaran kesehatan di Petamburan, ketika ada peringatan Maulid Nabi dan acara pernikahan putrinya.

Baca Juga: Sebut Defisit APBN Tahun Depan Capai Rp1.000 Triliun, Fahri Hamzah: Ini yang Bicara Wapres 2 Periode

Musni melanjutkan bahwa Habib Rizieq juga dikatakan telah menghasut masyarakat, lalu adanya kerumunan yang terjadi di Megamendung ketika Habib Rizieq dalam perjalan menuju Pesantren Agrokultural Markaz Syariah FPI.

"Begitu banyak massa yang berkumpul mengelu-elukan beliau, jadilah beliau tersangka dalam kasus yang tadi disebutkan," ujarnya.

Sementara banyak juga kerumunan yang terjadi di lain tempat dan berlaku di seluruh Indonesia, seperti saat Pilkada yang dikatakan telah terjadi kerumunan sebanyak 270 di Kota, Provinsi, dan Kabupaten tetapi tidak ada tindakan lebih lanjut.

Baca Juga: Prabowo-Sandi Masuk Istana, Refly Harun: Jadi Pejabat Publik Jauh Lebih Enak, Ketimbang Jadi Oposisi

Lalu terjadi kerumunan saat Habib Luthfi mengadakan Maulid Nabi, tetapi tidak dikenakan sanksi yang sama seperti Habib Rizieq.

"Begitu juga Abuya Uci di Banten, juga melakukan kegiatan dalam rangka Haul Abdul Qodir Jaelani, itu juga tidak dikenakan hukuman," katanya, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Kanal Youtube Musni Umar, pada Selasa 29 Desember 2020.

Menurutnya itulah alasan sosiologis yang membuat masyarakat berpendapat telah terjadi kriminalisasi ulama, karena hukuman hanya diberlakukan  kepada orang-orang tertentu yang dianggap melawan pemerintah.

Baca Juga: Amankah Melakukan Hubungan Seksual dengan Orang Terinfeksi Covid-19? Berikut Penjelasan Ahli

"Padahal sebenarnya tidak bisa kita katakan seperti itu. Ambil contoh Habib Rizieq, dan dia sudah menawarkan rekonsiliasi dan dialog tetapi tidak direspon," ujarnya.

Musni menilai itu menjadi catatan yang sangat penting untuk diperhatikan, walau memang ada pandangan yang berbeda di dalam masyarakat dalam melihat masalah-masalah sosial yang terjadi di Indonesia.

"Apa yang harus kita lakukan? Kita harus berdialog, berdiskusi dalam rangka mendekatkan berbagai perbedaan yang terjadi di masyarakat," ucapnya.

Baca Juga: Positif Covid-19, Aa Gym: Sudah Berusaha Disiplin, Tapi Mungkin Banyak Hal yang Harus Diperbaiki

Musni menyampaikan dengan dilaksanakannya dialog maka akan ada pandangan yang bisa didekatkan antara yang satu dan yang lain.

Sehingga akan ada kebersamaan persatuan dan kesatuan karena telah menyatukan pandangan yang berbeda sebelumnya. 

Musni menambahkan bahwa tanpa adanya dialog akan sulit untuk menyatukan, disebabkan perbedaan yang terjadi akan semakin lebar dan tajam, hingga akhirnya permasalahan yang menjadi pokok utama menjadi diabaikan.

Baca Juga: Riuh Sengekta Lahan Pesantren HRS vs PTPN VIII, Pengamat Anjurkan Proses Hukum Dijalankan

"Akhirnya kita hanya sibuk mengurus hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu diributkan. Masalah besar yang kita alami ini kan ambruknya ekonomi, Pak JK sudah mengatakan bahwa defisit anggaran kita ini Rp1000 triliun," katanya

Maksudnya adalah untuk ke depannya di kehidupan masyarakat, ada yang menyebutkan bahwa 40 persen dari APBN hanya akan habis untuk membayar bunga dan cicilan utang yang demikian besar.

Hal itulah menurut Musni Umar adalah masalah besar yang harus dihadapi.

Baca Juga: Luluskan 96 ‘Atlet’ Terampil Rakit Bom, Pelatih Teroris JI: Kita Latih Bela Diri Agar seperti Ninja

"Kenapa itu bisa terjadi? karena corona merajalela di masyarakat. Jadi kita harus mengatasi akar masalah dari persoalan yang kita alami sekarang ini yaitu memberantas, mencegah, memerangi corona dengan 3M,"  katanya.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: YouTube Sobat Dosen


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah